Menyadari fakta seperti ini; adalah hal yang tepat di Hari Pariwisata Dunia tahun 2021, UNWTO memberikan sorotan penuh terhadap "Pariwisata untuk Pertumbuhan Inklusif".Â
Pada kesempatan ini, UNWTO ingin mengajak seluruh orang untuk melihat lebih dalam lagi, bukan hanya sekedar angka dan statistik, melainkan juga para pegiat yang ada di balik itu semua (www.indonesia.travel)
Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) dan super premium dalam konteks pariwisata Labuan Bajo, harapannya; pelabelan tidak sebatas simbolisme.Â
Melihat alasan konservasi, tingkat kepunahan komodo yang sangat tinggi dan pada bagian lain tuntutan perbaikan ekonomi tetap diperhatikan menjadi basis polemik (pro-kontra).
Tentu masih ada dimensi lain yang perlu dipertimbangkan dari aktivitas pariwisata dan konservasi itu sendiri. Misalnya; persoalan manusia, martabat, kualitas hidup, peradilan, nilai estetika, etika, keterbukaan dan lain-lain.Â
Mengambil judul dari ulasan ini, Komodo Bukanlah Komedi suatu gambaran bahwa berbicara hewan purba komodo dan ruang geraknya adalah sebuah urgensi. Sehingga gilirannya Hari Pariwisata Dunia (setiap 27 September) sebagai momentum yang tepat untuk membicarakannya.
REFRENSI
1 2 3
Ardika dkk, 2018, Kepariwisataan Berkelanjutan : Rintis Jalan Lewat Komunitas, Edisi Pertama, Kompas, Jakarta
Ben, 2018, Filsafat Pariwisata: Sebuah Kajian Filsafat Praktis, Edisi Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H