Calon gubernur Jakarta Ridwan Kamil (RK) menyebut pertemuannya dengan Presiden Prabowo Subianto, yang dilanjutkan dengan mantan Presiden Joko Widodo di Solo, Jawa Tengah, sebagai bukti dukung. RK yang berpasangan dengan Suswono di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024, lantas meminta agar tidak ada pasangan lain yang mengeklaim mendapat dukungan dari Prabowo maupun Jokowi.
Mengapa RK seperti butuh pengakuan atas dukungan Prabowo dan Jokowi? Bukankah sejak awal pun publik sudah mengetahui jika RK-Suswono (Ridho) merupakan calon yang diskenariokan kubu Istana?
Pertama, tentu karena ada beberapa kader partai pengusung yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus yang membelot ke kubu Pramono Anung -- Rano Karno. Hal itu mengindikasikan ketidaksolidan dukungan KIM plus kepada Ridho di level tertentu. Â
Kedua, meski dibantah oleh RK, pertemuan dengan Prabowo dan Jokowi yang kemudian dipublikasikan secara luas, tidak terlepas dari penurunan elektabilitas Ridho. Dari hasil survei beberapa lembaga, elektabilitas Pram-Doel sudah mendekati, bahkan menyalip Ridho.
 Padahal ketika pertama kali diketahui publik usai mendaftar ke KPUD Jakarta, elektabilitas Pram-Doel hanya di kisaran 15 persen, sementara elektabilitas Ridho sudah di atas 50 persen. Elektabilitas pasangan yang diusung PDIP itu lebih banyak disumbang oleh Si Doel yang dipersepsikan sebagai wakil orang Betawi karena sosok Pramono masih asing bagi warga Jakarta.
Meski lama berkecimpung di DPR dan Istana, basis konstituen Pram hanya di Jawa Timur. Namanya bahkan baru muncul sebagai calon gubernur pada last minute pendaftaran karena sempat terjadi gonjang-ganjing politik di eksternal dan internal PDIP.
Namun dalam beberapa hari terakhir, elektabilitas Pram-Doel naik tajam. Hal itu tidak terlepas dari migrasi pendukung Anies Rasyid Baswedan ke kubu Pram-Doel.
Seperti diketahui, meski memiliki elektabilitas paling tinggi dari semua cagub di Jakarta, Anies gagal mendapat perahu karena "dikerjain" oleh partai politik.
Sedikit flashback, sebenarnya relawan Anies sudah mengumpulkan bukti dukungan dari masyarakat yang jumlahnya mencapai sekitar 800 ribu. Namun ketika hendak mendaftar melalui jalur independen atau perseorangan, tiba-tiba PKS, disusul kemudian oleh Nasdem, mendeklarasikan dukungan.
Akhirnya kubu Anies batal mengambil jalur independen karena merasa "tidak enak". Bagaimana pun kedua partai itu telah mengusungnya di Pilpres 2024 bersama PKB. Jika tetap menggunakan jalur independen, kesannya tidak elok, bahkan bisa dianggap tidak menghargai partai.