Presiden Joko Widodo mengaku telah memberikan ucapan selamat kepada pasangan Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka yang berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) memenangi Pilpres 2024. Etiskah sikap Jokowi?
Hingga saat ini rekapitulasi suara hasil Pemilu 2024, baik legislatif maupun presiden, masih berjalan. Sesuai Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 penghitungan surat suara secara manual dilakukan berjenjang mulai 15 Februari sampai 20 Maret 2024.
Meski ada rilis hasil quick count, masyarakat diminta tetap menunggu hasil real count. Sebab quick count hanya didasarkan pada sampling beberapa TPS. Umumnya pada kisaran 1.200 sampai 2.000 TPS seperti dilakukan Litbang Kompas. Sementara jumlah TPS pada Pemilu 2024 mencapai 820.161.
Dari beberapa kali penyelenggaraan pemilu, hasil quick count dipastikan berbeda dengan real count. Meski margin-nya berbeda-beda, yang perlu digaris bawahi, selisih antara quick count dengan real count tetap ada. Bahkan lembaga yang melakukan quick count pun memberikan disclaimer berupa margin error sebesar 1 persen.  Â
Penyeleggara pemilu, termasuk KPU dan Bawaslu, juga berulangkali menekankan quick count bukan alat legitimasi hasil pemilu. Oleh karenanya, ketika Presiden Jokowi memberikan ucapan selamat kepada Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilres 2024, kita mempertanyakan etikanya. Terlebih jika ucapannya didasarkan pada hasil quick count.
Sebab presiden adalah juga kepala negara yang memiliki tanggung jawab terselenggaranya pemilu sesuai ketentuan perundang-undangan yang dilaksanakan secara langsung, umum bebas dan rahasia, serta jujur, adil dan bermartabat.
Bahkan andai seluruh pihak, termasuk kontestan lain telah mengakui kekalahannya, namun proses rekapitulasi surat suara masih berjalan, Presiden tetap wajib menahan diri sebagai bentuk penghormatan terhadap kinerja penyelenggara dan proses pemilu yang masih berlangsung.
Terlebih proses Pilpres 2024 masih jauh dari kata selesai. Ada beberapa permasalahan yang perlu dituntaskan untuk mendapatkan hasil yang legitimate sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Â Â
Pertama, ribuan TPS yang tersebar di berbagai daerah belum melaksanakan pemungutan suara karena terkendala berbagai persoalan seperti banjir, gangguan keamanan, hingga surat suara sudah tercoblos sebelum digunakan.
Menurut Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri terdapat 1.297 TPS di Papua Tengah dan Papua Pegunungan yang belum melaksanakan pemungutan suara. Sementara di Demak, 120 TPS belum bisa menyelenggarakan pemungutan suara karena banjir. Hal serupa terjadi di beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta.