Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Fokus Kecurangan, Dirty Vote Lupakan Esensi Besarnya

12 Februari 2024   07:44 Diperbarui: 12 Februari 2024   08:05 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Dirty Vote. Foto: Tangkap layar YouTube

Tidak ada yang baru dalam film dokumenter politik berjudul Dirty Vote yang tayang perdana di YouTube, Minggu (11/2/2024). Film berdurasi  115 menit itu hanya merangkai desain pelanggaran dan kecurangan Pilpres 2024 yang sebenarnya sudah diketahui publik. Bahkan Dirty Vote melupakan esensi besarnya.

Film yang disutradarai Dandhy Laksono memiliki nilai lebih karena menggunakan nara sumber kredibel yakni para ahli hukum tata negara. Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti tampil bergantian memaparkan bukti adanya upaya Presiden Joko Widodo untuk memenangkan salah satu paslon secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan Gibran Rakabuming Raka menjadi kontestan Pilpres 2024, Presiden Jokowi telah membuat desain untuk mengamankan kepentingannya dengan memanfaatkan celah perundang-undangan.

Contohnya, menempatkan orang-orangnya sebagai penjabat (Pj) kepala daerah di antaranya di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara di Jawa Timur, Gubernur Khofifah Indar Parawansa sudah menyatakan dukungannya kepada paslon Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka.

Seperti kita ketahui, Jawa merupakan daerah dengan jumlah suara pemilih terbesar. Dengan menempatkan "orang-orangnya" sebagai Pj kepala daerah di Jawa, baik gubernur maupun bupati/wali kota, maka skenario pilpres satu putaran dapat dicapai.

Dirty Vote juga menyoroti politik gentong babi (pork barrel politics) terkait masifnya penyaluran bantuan sosial (bansos) beras maupun uang tunai (BLT) menjelang gelaran pilpres. Bukan hanya terjadi kenaikan anggaran bansos yang menyamai anggaran saat pandemi, penyalurannya juga dilakukan selama masa kampanye.

Mirisnya, penyaluran bansos dilakukan oleh presiden, ketua partai, Pj kepala daerah, dan kepolisian, bukan Kementerian Sosial. Ada dugaan Menteri Sosial Tri Rismaharini tidak dilibatkan karena berasal dari PDIP, yang tidak mengusung Prabowo-Gibran.

Poin lain yang disorot adalah dugaan tekanan kepada kepala desa. Sebagai contoh, Polda Jawa Tengah sempat akan memanggil seluruh kepala desa untuk dimintai keterangan dalam kaitan laporan dugaan pemotongan dana aspirasi desa yang bersumber dari APBD Provinsi Jateng periode 2020 -- 2022 yang saat itu dipimpin Ganjar Pranowo.

Seperti diketahui saat ini Ganjar yang berpasangan dengan Mahfud MD menjadi rival Prabowo-Gibran. Paslon Pilpres 2024 lainnya adalah Anies Rasyid Baswedan -- Muhaimin Iskandar (AMIN).

Pemanggilan oleh Polda telah menimbullkan keresahan di kalangan kepala desa. Sebab banyak data yang sudah hilang, atau penggunaannya tidak tercantum karena awalnya dianggap dana cuma-cuma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun