Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Cara Anies Membangun Militansi Pendukungnya

7 Februari 2024   17:45 Diperbarui: 8 Februari 2024   04:23 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres nomor urut satu Anies Baswedan menyampaikan visi misinya dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

Tampil apa adanya, tanpa gimmick dan polesan karakter, calon presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan membuat berbagai terobosan untuk meningkatkan kapasitas, elektabilitas dan militansi pendukungnya.

Cara-cara yang dilakukan capres yang berpasangan Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024 itu berhasil menciptakan fenomena yang dapat ditiru oleh para kandidat dalam kontestasi elektoral lainnya. Dari mulai persiapan, hingga action di lapangan yang tidak textbook, setidaknya berbeda dengan yang dilakaukan para politisi selama ini.

Contoh paling kecil adalah tidak ada upaya untuk menciptakan sosok lain yang berbeda dengan karakter aslinya demi meraih simpati dan dukungan. Anies tidak memalsukan gambar di poster agar terlihat lucu, atau tidur di rumah warga dan masuk gorong-gorong supaya terlihat merakyat dan ndeso.

Berikut cara Anies memetakan kondisi di lapangan dan meraih dukungan rakyat.

Pertama, tirakat, jauh sebelum dimulai masa kampanye, Anies sudah melakukan perjalanan keliling Indonesia, terutama di pelosok Jawa, yang disebut tirakat. Dalam laku tirakat ini, Anies hanya ditemani satu-dua teman. Ada kalanya bahkan hanya dengan supir.

Dalam tirakatnya, mantan Rektor Paramadina itu "belanja" persoalan yang tengah dihadapi masyarakat. Berbincang dengan warga di tempat-tempat yang tidak ditentukan sebelumnya. Bertemu petani yang sedang memupuk, berbincang dengan tukang becak, atau ngobrol dengan peziarah makam tanpa memperkenalkan diri. Anies baru akan menyebutkan namanya ketika pamitan hendak melanjutkan perjalanan.

Tidak ada kamera, tidak juga awak media yang mengiringi. Kebanyakan perjalanan tirakat diabadikan dengan handphone sebagai kenang-kenangan tanpa pernah diunggah di media sosial. 

Dari tirakat ini, selain mengenal masyarakat luas, Anies paham berbagai persoalan yang ada, yang kemudian dijadikan dasar visi-misi dan rencana program kerjanya.

Kedua, diskusi terbuka dengan masyarakat bertajuk Desak Anies. Ini acara yang sangat fenomenal, dan hanya bisa dilakukan oleh kandidat kontestasi elektoral yang cerdas, tangkas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Desak Anies tidak didesain untuk puja-puji, melainkan komunikasi dua arah. Pesertanya dari berbagai kelompok masyarakat, bahkan sering diikuti oleh warga yang mengaku pendukung capres lain. Materi pertanyaan tidak dibatasi sehingga seringkali muncul pertanyaan yang menohok dan menyerang.

Perlahan acara Desak Anies diketahui oleh masyarakat. Mereka mulai tertarik dan ingin ikut terlibat karena dianggap sebagai sesuatu yang baru. Motifnya pun beragam, dari sekedar ingin melihat wajahnya secara langsung, hingga emak-emak yang ingin berfoto. Acara Desak Anies sering juga menjadi tempat menumpahkan unek-unek kalangan milenial dari persoalan kampus, pekerjaan, sampai percintaan.

Dari awalnya hanya diikuti ratusan peserta, saat ini acara Desak Anies selalu dihadiri ribuan peserta seperti yang terjadi di berbagai daerah seperti Lampung, Medan dan Semarang. Padahal tidak ada suguhan makanan atau pengganti transportasi.

Desak Anies. Foto: Antara via mediaindoneia.com
Desak Anies. Foto: Antara via mediaindoneia.com

Ketiga, tidak menyebar gambar secara masif. Sebagai capres dengan anggaran kampanye paling minim, Anies sengaja tidak menghamburkan uang untuk mencetak spanduk, poster dan baliho. Dari pengalaman selama ini, banyaknya alat peraga kampanye (APK) tidak berbanding lurus dengan elektabilitas.

Tim Anies juga sadar masyarakat gerah dengan tebaran APK yang mengganggu dan merusak wajah kota. Dari kasus-kasus sebelumnya, bahkan merusak tanaman ketika APK dipaku di batang pohon. Anies lebih senang bertemu dan berdialog langsung dengan masyarakat.

Keempat, tidak bagi-bagi kaos dan uang. Dalam setiap kegiatan, baik Desak Anies maupun kampanye akbar, tim Anies tidak pernah bagi-bagi uang, dan atribut seperti kaos atau jaket. Para pendukungnya paham, relawan tidak dibayar bukan karena tidak dihargai, tapi karena tidak ternilai harganya.

Dari sana, tumbuh simpatisan dan pendukung militan yang rela mengeluarkan uang pribadi untuk membuat kaos, dan atribut lain, bahkan memasang baliho berbayar. Dari survei kecil-kecil, banyak pendukungnya yang membeli kaos dari marketplace dan toko online.

Kelima, memanfaatkan media sosial. Anies berhasil memanfaatkan media sosial secara tepat. Dari awalnya hanya memposting melalui Facebook dan Twitter (kini X), Anies merambah ke TikTok. Panggilan "Abah" kepada Anies bukan hasil gimik atau by design.

Panggilan itu muncul secara alami, disematkan oleh pengguna TikTok yang merasa dekat dengan sosok Anies saat live. Jawaban, nasihat dan cara Anies menyapa sangat natural sehingga sebagian warga TikTok yang berinteraksi merasa sedang berbincang dengan ayahnya.

Buah dari semua itu, adalah lonjakan elektabilitas Anies-Muhaimin (AMIN) yang luar biasa. Bahkan lembaga-lembaga survei yang sebelumnya mem-branding dengan angka di bawah satu digit, tidak berani lagi menempatkannya di posisi buncit.

Dari semua fenomena itu, maka ketika ticket war untuk menghadiri kampanye akbar di Jakarta International Stadium (JIS) tembus 3,5 juta peserta dengan daftar antrean mencapai 4 jam, kita bisa memahaminya.

Antusiasme peserta ticket war mengirimkan pesan kepada kita bahwa simpatisan dan pendukung Anies murni tanpa bayaran, tidak mendapat pengganti bensin, tidak pula dijanjikan bansos.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun