Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Alasan Anies Mengubah Strategi Debat

5 Februari 2024   12:50 Diperbarui: 6 Februari 2024   09:29 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies saat kampanye. Foto: akun Facebook Anies Rasyid Baswedan

Harapan masyarakat melihat debat capres kelima berlangsung panas, saling serang disertai gimmick, tidak terjadi. Perubahan mencolok terlihat dari strategi capres nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan yang tidak lagi menyerang capres nomor urut 2 Prabowo Subianto. Apa alasannya?

Pada debat capres pertama dan kedua, Anies tampail cukup ofensif terhadap Prabowo. Hal itu kemudian diikuti oleh capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo sehingga memunculkan kesan Prabowo dikeroyok.

Anies menyerang Prabowo dari sisi etika karena bersedia menggandeng putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka padahal proses keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi jalan wali kota Solo itu menjadi kontestan pilpres telah dinyatakan melanggar etika berat.

Anies juga mempertanyakan prestasi Prabowo selama menjadi Menteri Pertahanan terkait pertahanan, kesejahteraan prajurit, hingga food estate. Bahkan saat diminta oleh Ganjar untuk memberikan nilai terhadap kinerja Prabowo, tanpa ragu-ragu Anies memberikan nilai 11 dari 100.

Debat pertama dan kedua menciptakan keriuhan di media sosial dan meningkatkan suhu politik. Sampai-sampai Presiden Jokowi ikut mengomentari jalannya debat yang disebut hanya menyerang personal, dan berharap format debat diubah.

Wajar jika ada harapan pada debat capres kelima, atau terakhir, di mana dua debat cawapres sudah selesai dilaksanakan, kembali diisi dengan perdebatan panas.

Oleh karenanya, jika ukurannya tontonan yang menarik, bukan substansi, jelaslah bahwa debat terakhir mengecewakan kelompok ini.

Perlu dipahami, bahwa keriuhan politik juga telah menimbulkan kejenuhan publik akibat gencarnya sebaran materi kampanye, dan gimmick di media sosial selama beberapa bulan terakhir, utama setelah memasuki fase kampanye.

Survei Litbang kompas menunjukkan, antusiasme masyarakat pada debat capres kelima hanya 68,5 persen, naik 3,2 poin dari debat-debat sebelumnya. Tentunya fakta dan data demikian sudah dibaca oleh paslon, termasuk Anies-Muhaimin Iskandar (AMIN).

Namun jika melihat kondisi saat ini, Anies terlihat memiliki alasan yang kuat mengapa mengubah strategi debat, tidak lagi fokus menyerang paslon nomor urut 1.

Pertama, Prabowo menggunakan kritik atau serangan dalam debat untuk menghujat balik di depan pendukungnya. Frasa "ndasmu etik", "bodoh", "tolol", dijadikan materi kampanye. Prabowo juga terkesan menggunakan penilaian Anies untuk memelas sehingga muncul kalimat "takut nanti diberi nilai rendah lagi".

Trik kampanye menjadikan materi debat untuk playing victim, berpotensi mendulang simpati masyarakat. Mayoritas pemilih mudah bersimpati kepada tokoh yang teraniaya seperti dalam kasus menjelang Pilpres 2004 di mana Susilo Bambang Yudhoyono meraih simpati luar biasa setelah "dicaci" Taufik Kiemas sebagai "jenderal cengeng".

Ditambah lagi sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki ingatan pendek terhadap kesalahan orang lain, gampang melupakan dan mudah memaafkan.

Pada titik inilah, Anies tidak mau terjebak dengan menyediakan amunisi untuk bahan kampanye Prabowo.

Kedua, setelah berhasil "memperlihatkan" sifat Prabowo yang mudah emosi ketika mendapat kritik dan serangan, Anies merasa sudah cukup. Anies ingin menang tanpa ngasorake, menang tanpa mempermalu lawan.

Ketiga, menurut CEO Polmark Eep Saefulloh Fatah, 25 persen pemilih belum menentukan pilihannya. Jika dibaca secara berbeda, maka sesungguhnya 75 persen pemilih sudah menentukan pilihannya.

Meski masih ada pemilih yang menunggu debat kelima sebagai acuan menentukan pilihan, namun jumlahnya kurang signifikan jika mengacu jumlah golput, pada kontestasi sebelumnya.

Sebagai catatan, tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 hanya 81,97 persen. Dengan angka 75 persen sudah menentukan pilihan, maka praktis tinggal 5-7 persen pemilih yang belum menentukan pilihan.

Keempat, debat tidak memberi pengaruh signifikan dalam mengubah persepsi dan preferensi pemilih. Sebagai alas argumen, pada Pilpres Amerika Serikat 2016, Hillary Clinton berhasil memenangi debat lawan Donald Trump. Hillary mendulang sentimen positif penonton debat, namun pilpres justru dimenangkan Trump.

Kelima, kritik utama saat ini sebenarnya lebih pada pemerintahan Jokowi. Misalnya terkait putusan MK dan politisasi bantuan sosial (bansos) menjelang pemilu. Oleh karenanya, dalam pengantar debat, maupun closing statement, visi-misi dan rencana program kerja Anies ditujukan untuk mengoreksi kebijakan pemerintahan Jokowi.

Anies akan melakukan perubahan berbasis data dan keberpihakan negara terhadap kaum papa, kelompok rentan, dan masyarakat marjinal.

Kini Anies tinggal memaksimalkan dukungan melalui kampanye akbar sebelum memasuki masa tenang. Masyarakat telah mendapat gambaran yang cukup komprehensif tentang Anies dan Muhaimin sebagai bekal menyongsong dan mendukung lahirnya hari perubahan, 14 Februari 2024.

Salam @yb  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun