Pertama, Prabowo menggunakan kritik atau serangan dalam debat untuk menghujat balik di depan pendukungnya. Frasa "ndasmu etik", "bodoh", "tolol", dijadikan materi kampanye. Prabowo juga terkesan menggunakan penilaian Anies untuk memelas sehingga muncul kalimat "takut nanti diberi nilai rendah lagi".
Trik kampanye menjadikan materi debat untuk playing victim, berpotensi mendulang simpati masyarakat. Mayoritas pemilih mudah bersimpati kepada tokoh yang teraniaya seperti dalam kasus menjelang Pilpres 2004 di mana Susilo Bambang Yudhoyono meraih simpati luar biasa setelah "dicaci" Taufik Kiemas sebagai "jenderal cengeng".
Ditambah lagi sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki ingatan pendek terhadap kesalahan orang lain, gampang melupakan dan mudah memaafkan.
Pada titik inilah, Anies tidak mau terjebak dengan menyediakan amunisi untuk bahan kampanye Prabowo.
Kedua, setelah berhasil "memperlihatkan" sifat Prabowo yang mudah emosi ketika mendapat kritik dan serangan, Anies merasa sudah cukup. Anies ingin menang tanpa ngasorake, menang tanpa mempermalu lawan.
Ketiga, menurut CEO Polmark Eep Saefulloh Fatah, 25 persen pemilih belum menentukan pilihannya. Jika dibaca secara berbeda, maka sesungguhnya 75 persen pemilih sudah menentukan pilihannya.
Meski masih ada pemilih yang menunggu debat kelima sebagai acuan menentukan pilihan, namun jumlahnya kurang signifikan jika mengacu jumlah golput, pada kontestasi sebelumnya.
Sebagai catatan, tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 hanya 81,97 persen. Dengan angka 75 persen sudah menentukan pilihan, maka praktis tinggal 5-7 persen pemilih yang belum menentukan pilihan.
Keempat, debat tidak memberi pengaruh signifikan dalam mengubah persepsi dan preferensi pemilih. Sebagai alas argumen, pada Pilpres Amerika Serikat 2016, Hillary Clinton berhasil memenangi debat lawan Donald Trump. Hillary mendulang sentimen positif penonton debat, namun pilpres justru dimenangkan Trump.
Kelima, kritik utama saat ini sebenarnya lebih pada pemerintahan Jokowi. Misalnya terkait putusan MK dan politisasi bantuan sosial (bansos) menjelang pemilu. Oleh karenanya, dalam pengantar debat, maupun closing statement, visi-misi dan rencana program kerja Anies ditujukan untuk mengoreksi kebijakan pemerintahan Jokowi.
Anies akan melakukan perubahan berbasis data dan keberpihakan negara terhadap kaum papa, kelompok rentan, dan masyarakat marjinal.