Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Sri Mulyani Harus Mundur?

19 Januari 2024   11:18 Diperbarui: 20 Januari 2024   08:35 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum reda isu pemakzulan, kini muncul desakan agar menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) mengundurkan diri sebagai gerakan moral menyikapi banyaknya kebijakan Presiden Joko Widodo yang berpotensi membahayakan pondasi hukum dan ekonomi nasional.

Adalah ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri yang pertama menggaungkan bakal mundurnya beberapa seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Hanya saja, kata Faisal, baru Sri Mulyani yang benar-benar telah siap meninggalkan kabinet.    

Faisal Basri meminta masyarakat ikut mendesak mantan Managing Director World Bank tersebut  segera mundur. Gerakan itu disebutnya akan mempercepat bedol kabinet sehingga memberi tekanan serius terhadap pemerintah sekaligus menyadarkan Presiden Jokowi yang dianggap tidak netral dalam Pemilihan Presiden 2024.

Seruan Fasial Basri mendapat dukungan sejumlah pihak, terutama kelompok prodemokrasi dan civil society seperti Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistura yang menyebut mundurnya Sri Mulyani akan berdampak pada kepercayaan investor dan kreditur kepada Indonesia.

Sementara Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana membantah ada keretakan di tubuh KIM. Ari menjamin kabinet masih solid, dan akan menyelesaikan tugas sampai akhir pemerintahan Presiden Jokowi.

Seberapa besar kemungkinan Sri Mulyani mundur dari kabinet? Sebagai menteri profesional, yang diangkat presiden bukan berdasar bagi-bagi kekuasaan (power sharing) dengan partai pengusung dan pendukung, Sri Mulyani tidak memiliki beban politik seperti Menteri Basuki yang merupakan kader PDIP.

Meski Presiden Jokowi tidak mengharuskan menteri dari partai yang tidak mengusung anaknya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, mundur dari kabinet, tetapi tentunya mempengaruhi nuansa kerja kabinet. Kondisi ini semakin terasa bagi menteri dari PDIP seperti Basuki, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly, dll.

Serangan keras Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan para kadernya kepada Jokowi yang tidak tunduk pada garis kebijakan partai dalam menentukan capres dan cawapres untuk Pilpres 2024, mau tidak mau menciptakan "jarak" antara kader-kader PDIP di kabinet dengan Presiden Jokowi.

Ditambah lagi dugaan ketidaknetralan Jokowi yang membawa pengaruh terhadap pejabat dan aparat baik di pusat maupun daerah. Ketika ada relawan Ganjar yang digebuki oknum TNI, ketidaknetralan Jokowi ikut dituding sebagai pemantiknya.      

Namun demikian, sebagai profesional, Sri Mulyani justru memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar. Menteri kelahiran Telukbetung, Lampung itu, tentu tidak ingin dikenang sebagai ekonom yang tidak memiliki integritas karena mendukung rezim yang melanggar etika bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun