KARENA tidak mau menjadi pembebek, maka aku memilih Kompasiana untuk bertarung gagasan dan pandangan politik. Sebab di sinilah ragam perbedaan dapat diterima dan diberi ruang yang sama. Ehm ...
Benar saja, ketika nyemplung dan mulai serius mengunggah tulisan sejak 2014, segera saja aku mendapat banyak musuh, dan sedikit kawan. Sebab aku menggemakan pendapat dan pandangan politik yang melawan arus. Tidak terhitung hujatan, caci-maki, hingga ancaman lapor polisi. Â
Jujur aku menikmati "pertarungan" itu. Rasa kesal, dan kadang emosi yang menyesak dada setiap selesai berdebat dengan sesama Kompasinaer, kian memacu adrenalin. Dan itu setimpal dengan jumlah pembaca (viewer) sehingga kita seperti dipacu untuk terus menulis dan menulis. Padahal saat itu belum ada K-reward.
Jika tidak menulis di Kompasiana, rasanya ada yang kurang. Aku bahkan sampai kecanduan untuk terus mengagitasi pembaca Kompasiana. Enak benar musuh-musuhku tanpa aku recoki pikirannya dengan pendapat yang berbeda...hehe
Tetapi, perbedaan berdarah-darah itu hanya di bilik Kompasiana. Sebagai Kompasinaer, aku paham bahwa perbedaan bukan alasan untuk membenci. Terlalu indah persahabatan untuk diceraikan oleh perbedaan pandangan politik. Terlalu manis senyum teman-teman untuk dilupakan hanya karena beda dukungan politik.
Jika dalam politik tidak ada lawan dan kawan abadi, maka di Kompasiana tidak ada teman yang boleh dilupakan hanya karena sudah mendapat teman baru. Apaan sih ... Â
Maka aku pun berteman baik dengan siapa pun (dilarang protes!). Aku bahkan sering ngopi bersama teman-teman, diselingi gelak tawa, setelah sebelumnya kami berdebat panas di halaman Kompasiana.
Kini setelah Kompasiana sedikit menarik diri dari medan politik yang bikin admin susah tidur, dan menjadi blog UGC (use generated content) yang ramah untuk semua, suasana pertemanan lebih hangat. Tidak ada lagi pertengkaran, tidak ada lagi saling lapor, baik ke admin maupun polisi. Â
Muncullah penulis-penulis baru, dan fresh, yang kini mulai mendominasi wajah Kompasiana dengan tulisan yang lebih umum; informasi terbaru, edukasi, tips, parenting hingga pernak-pernik dunia pop, dari K-pop sampai  komik.
Apakah tulisan tentang politik masih ada? Tentu masih ada, meski kuantitasnya berkurang. Mungkin karena adanya proses kurasi khusus untuk tulisan politik. Embargo waktunya juga kadang lumayan lama sehingga mungkin menyebalkan bagi penulis yang ngga sabaran (pasti bukan diriku!). Â
Nah, bagi penulis politik, nih aku kasih bocoran dikit. Jika ingin mendapat "senyum" Mba Widha Karina, tulisannya sedikit dilembutkan. Apa, belum kenal Mba Widha? Terlalu! Beliau Content Head Kompasiana, selevel Pemimpin Redaksi. Â Beliau yang menentukan nasib tulisan Kompasinaer.
Aku bocorkan hal ini maksudnya biar teman-teman nggeruduk beliau jika tulisannya mendadak hilang atau akunnya kena semprit. Wkwkw ...
Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat. Perjalanan yang sangat panjang bagi sebuah blog keroyokan, blog yang kontennya dari luar, dari penulis sukarela. Maksudnya tanpa ikatan, tanpa hak dan kewajiban.
Berapa banyak blog berbasis UGC yang surut, dan perlahan tutup. Tidak terhitung lagi blog sejenis yang jor-joran bakar duit di awal lalu secepat itu pula matinya. Jika pun masih eksis, penulis yang loyal dapat dihitung dengan jari. Â
Kejelian membaca kecenderungan di depan dan strategi menggaet member yang diterapkan para punggawanya adalah jawaban di balik tetap eksis dan terus bertumbuhnya Kompasiana. Sesuatu yang layak mendapat apresiasi. Â Â Â
Biar terlihat senior (bukan usianya ya karena cintaku masih membara), aku ingin menitip saran agar teman-teman bisa berumur panjang nulis di Kompasiana. Jika teman-teman berpikir seperti tukang becak, narik penumpang lalu dapat bayaran, Kompasiana bukan tempatnya. Tapi jika ingin mem-branding diri, sambil belajar meningkatkan kemampuan menulisnya, Kompasiana adalah tempat terbaik.
Bukan berarti melarang teman-teman bermimpi dapat K-reward setiap bulan. Itu wajib. Tetapi jangan jadikan tujuan utama karena potensi kecewanya terlalu besar.
Salah satu kebanggaan yang aku rasakan, adalah saat menyebut diri sebagai peraih best in opinion Kompasianival 2017 kepada seseorang yang baru kenal dan masih meragukan kemampuanku menulis opini. Dia terpana sesaat, lalu tanpa sadar menggoreskan tanda tangan hingga aku bisa karaokean selama sebulan.
Jadi, terima kasih kepada Kompasiana, kepada para adminnya yang sabar banget, dan terutama terima kasih kepada diriku sendiri yang masih bisa menjaga kewarasan sehingga tetap dapat berkarya.Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H