Situasi ini dimanfaatkan Demokrat untuk mendesak agar Anies segera mengambil keputusan. Bahkan jika Anies tidak mendeklarasikan cawapres tanggal 3 September 2023, Demokrat sudah ancang-ancang akan keluar dari koalisi.
Jika kemudian timbul "perlawanan balik", Anies langsung menerima Cak Imin yang disodorkan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, tentu atas dasar kalkulasi politik yang matang.
Sebab koalisi Nasdem - PKB sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Sementara jika Nasdem keluar dari KPP, kursi PKS dan Demokrat di DPR tidak cukup untuk mengusung capres-cawapres. Jadi ada hitung-hitungan politik, dan itu hal yang lumrah. Â
Lagi pula sudah lama Anies menginginkan cawapres yang dapat menutup kelemahan elektabilitasnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Artinya, dipilihnya Cak Imin sebagai bakal cawapres sudah sesuai dengan aspirasi KPP agar dapat memenangkan Pilpres 2024. Â
Jika yang dilakukan Anies disebut pengkhianatan, bagaimana dengan Prabowo yang mengubah nama koalisi Gerindra - PKB, setelah bergabungnya Golkar dan PAN, tanpa sepengetahuan Cak Imin? Apakah itu juga bentuk pengkhianatan?
Kita meyakini, Partai Buruh hanya mencari-cari alasan ketika "nabok" Anies menggunakan narasi Demokrat karena sejak awal memang sudah tidak ingin mendukung.
Jauh sebelumnya, tepatnya pada April 2023, Iqbal sudah memberi kode dukungan kepada Ganjar Pranowo. Setelah dihujat netizen yang menuding inkonsisten dengan jargon yang diusung dalam setiap demo, Iqbal meralat dengan mengatakan dukungan akan diberikan melalui konvensi.
Pertanyaannya, apakah Partai Buruh tidak memiliki cita-cita dan agenda politik yang dapat digunakan untuk menimbang dan menilai capres yang akan didukung atau tidak didukung?
Lazimnya, sebuah partai memberikan atau tidak memberikan dukungan pada kandidat dalam kontestasi elektoral, berdasarkan visi-misi, dan garis perjuangan partai, bukan narasi partai lain, terlebih yang belum jelas kebenarannya karena hanya berdasar sumber sekunder.
Dalam demonstrasi yang rajin digelar, Partai Buruh selalu menyeru tuntutan peningkatan kesejahteraan buruh, serta menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang disebutnya memanjakan oligarki dan mempreteli hak-hak pekerja.
Sementara bakal capres tersisa yang sedang dipertimbangkan oleh Partai Buruh yakni Prabowo Subianto dan Ganjar - karena Iqbal dan Najwa Shihab nyaris sudah pasti tidak akan menjadi capres -- semuanya mengeklaim sebagai penerus Presiden Joko Widodo.