Pujian Fadil kepada ketiga mantan Kapolri tersebut, terutama Tito Karnavian, dapat dimaknai berbeda. Asumsi Fadil, bersama mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, sebagai "anak emas" Tito Karnavian, akan mudah dihubung-hubungkan.
Lagi pula, jika Fadil naik menjadi wakapolri, konsep demikian kemungkinan akan dimajukan. Padahal jika mengutip pendapat Fadil bahwa hanya tiga Kapolri yang mengedepankan asas pencegahan kejahatan, hal itu tidak menjadi prioritas Kapolri Listyo.
Terlepas dari asumsi di atas, ada hal lain yang mungkin turut menjadi pertimbangan mengapa Fadil tidak dipilih menjadi wakapolri. Oleh sejumlah kelompok, nama Fadil dikait-kaitkan dengan beberapa peristiwa yang menjadi sorotan masyarakat seperti kasus Sambo.
Fadil juga dianggap terlibat dalam "perang bintang" di kepolisian. Jika anggapan ini benar, maka berpotensi menimbulkan friksi andai Fadil diangkat menjadi wakapolri. Gejolak di tubuh kepolisian tentunya dapat mengganggu agenda nasional. Terlebih saat ini telah memasuki tahun politik di mana isu sekecil apa pun akan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak luar.
Kita meyakini, terpilihnya Agus Andrianto dapat membuat adem suhu politik karena sosoknya yang jauh dari kontroversi sehingga pria kelahiran Blora, 16 Februari 1967 ini dapat diterima semua pihak. Hal ini sesuai keinginan Kapolri agar pada Pemilu 2024 tidak terjadi polarisasi seperti Pemilu 2019 yang memunculkan istilah cebong dan kampret.
Kita berharap, duet Listyo Sigit Prabowo-Agus Andrianto dapat membawa gerbong Polri sesuai semangat dan fungsinya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Tetap Presisi, adil dalam menangani berbagai kasus, dan berdiri di atas semua golongan. Tidak tergelincir menjadi partisan, dan berani menolak pihak-pihak yang ingin menjadikan Polri sebagai alat politik.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H