Bahkan setelah berbagai diskon dan kemudahan diberikan, termasuk izin pakai lahan hingga 160 tahun yang dinilai sebagian kalangan menyalahi UU Agraria, belum ada investor kakap yang melakukan groundbreaking.
Bukan kebetulan pemberian izin ekspor pasir laut dikeluarkan sebelum kepergian Jokowi ke Singapura untuk menawarkan paket  investasi dengan segala macam kemudahannya seperti insentif fiskal, tax holiday, super deduction tax hingga tarif bea impor rendah.
Terlepas kemungkinan adanya motivasi di atas, satu hal yang sudah pasti, ekspor pasir laut ke Singapura berpotensi mengurangi luas wilayah Indoinesia, terutama selat Malaka yang sangat strategis karena menjadi jalur pelayaran internasional. Â
Mari kita lihat fakta-fakta berikut.
Sejak tahun 1962, Singapura yang oleh mantan Presiden BJ Habibie pernah diilustrasikan sebagai red dot ketika membandingkan luasnya dengan Indoensia, melakukan reklamasi untuk menambah luas daratan.Â
Sampai saat ini, daratan Singapura yang menjorok ke laut sudah bertambah 12 kilometer. Jika dihitung secara keseluruhan, sejak merdeka hingga tahun 2000, luas Singapura sudah bertambah sekitar 200 km2, dari awalnya 581 km2 menjadi 766 km2. Â
Mirisnya, Indonesia dan Singapura belum memiliki perjanjian batas laut. Sangat mungkin hal ini terkait dengan ambisi Singapura untuk terus menambah luas teritorialnya, dan pada saat bersamaan berpotensi mengurangi luas wilayah Indonesia, terlebih jika garis pantai Indonesia juga berkurang sebagai dampak pemanasan global.
Benar, ketentuan Zona Ekomoni Ekslusif (ZEE) yakni luas zona laut 12 mil dari garis pantai, tidak berlaku mengingat lebar Selat Malaka atau Selat Singapura kurang dari 24 mil sehingga akan tumpang tindih.
Selain itu, kedua negara juga sudah menyepakati garis tengah pantai yang berlaku tetap sebagaimana ketentuan Pasal 15 Hukum Laut Internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) 1982.
Persoalannya, perjanjian garis tengah yang efektif berlaku sejak 2005, tidak mencakup bagian barat dan timur. Perjanjian ini juga perlu ditindaklanjuti karena masih merupakan basic. Perlu ada perjanjian lanjutan terkait batas laut yang lebih komprehensif dan pemanen.
Sayangnya Singapura terus menolak ajakan Indonesia untuk segera menetapkan batas laut secara permanen. Berbagai upaya yang dilakukan Indonesia selaku kandas.Â