Padahal, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati jumlah pemilih perempuan sejak 2004, berada di kisaran 49 persen. Artinya jumlah pemilih perempuan yang memilih caleg perempuan belum signifikan.
Kita berharap dalam membuat aturan, KPU tunduk pada UU yang lebih tinggi, tidak berdasar selera atau apalagi akibat ketidakpahaman undang-undang.  KPU harus bisa memastikan keberlangsungan  tahapan Pemilu 2024 tidak direcoki dengan hal-hal yang kontraproduktif.
Jangan sampai KPU sebagai penyelenggara Pemilu, menafsirkan sendiri aturan main. Bukan hanya tidak elok, tetapi akan dapat ditafsirkan sebagai bentuk keberpihakan yang memberi keuntungan pada salah satu peserta kontestasi elektoral.
KPU harus belajar pada proses verifikasi parpol yang terus bermasalah hingga kini. Jangan sampai KPU kehilangan legitimasi, setidaknya kehilangan kepercayaan dari publik, sehingga produk yang dihasilkan tidak legitimate.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H