Setelah sukses meng-endorse Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hingga ditetapkan sebagai bakal calon presiden (bacapres), kini lembaga-lenbaga survei mulai memanjakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan elektabilitas tertinggi. Jika Prabowo  benar-benar mendeklarasikan diri sebagai bacapres, tidak diragukan lagi, ini merupakan kemenangan lembaga survei.
Seperti kita ketahui, sebelum ditunjuk sebagai bacapres oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, hampir seluruh lembaga survei seperti SMRC. LSI hingga Indikator Politik, rajin merilis hasil survei yang menempatkan Ganjar dengan elektabilitas tertinggi, diikuti Prabowo atau Anies Rasyid Baswedan. Dua nama terakhir saling bergantian mengisi posisi kedua dan ketiga.
Hasil survei-survei ini cukup efektif digunakan untuk menekan partai. Dalam beberapa kesempatan, ketika muncul kecenderungan PDIP akan menjagokan Ketua DPR Puan Maharani, Ganjar pun meminta partainya memperhatikan hasil survei untuk menentukan bacapres.
Tekanan dari berbagai pihak, ditambah wacana koalisi besar yang konon disiapkan menjadi sekoci Ganjar andai tidak dicapreskan PDIP, Megawati akhirnya "menyerah". Menjelang hari raya Idul Fitri, Megawati mengumumkan partainya resmi memilih Ganjar sebagai bacapres.
Pengumuman itu terkesan mendadak karena Presiden Joko Widodo bahkan sudah mudik ke Solo. Jokowi kemudian terbang ke Bogor untuk menghadiri pengumuman PDIP di Istana Batutulis lalu kembali ke Solo naik pesawat kepresidenan bersama Ganjar.
Setelah Ganjar resmi ditetapkan PDIP sebagai bacapres, kini lembaga-lembaga survei mulai "membujuk" Prabowo dengan iming-iming elektabilitas tertinggi. Dimulai Indikator Politik yang menyebut Prabowo menang telak jika head to head lawan Ganjar, seminggu kemudian, tepatnya 7 Mei 2023, SMRC merilis  Prabowo memiliki elektabilitas tertinggi disusul Ganjar dan Anies.
Hebatnya lagi, menurut survei SMRC, Menteri Pertahanan itu paling banyak dipilih oleh pemilih kritis!
Siapa pemilih kritis yang dimaksud SMRC? Mengutip kompas.com, SMRC menggunakan indikasi pemilih kritis sebagai mereka yang memiliki telepon atau telepon pintar (smartphone). Alasannya, mereka menerima informasi lebih banyak dibanding yang tidak punya alat komunikasi tersebut.
Benarkah pemilih kritis lebih memilih Prabowo ketimbang Ganjar atau Anies? Jika indikasi yang digunakan SMRC untuk melabel pemilih kritis adalah pemilik telepon atau handphone, sungguh sulit dinalar.
Sebab, pertama, saat ini siapa yang tidak memiliki telepon atau smartphone? Mengutip data Kementerian Komunikasi dan Informati (2022), pengguna smartphone di Indonesia mencapai 167 juta orang atau 89 persen dari total penduduk Indonesia. Apakah mereka semua dapat dikategorikan sebagai pemilih kritis? Apakah mereka benar-benar paham politik dan tahu track record Prabowo, Ganjar dan Anies?