Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Partai Buruh, Said Iqbal, dan Omnibus Law Cipta Kerja

6 Mei 2023   14:24 Diperbarui: 6 Mei 2023   16:50 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo buruh tuntut kenaikan UMK 2022 di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Foto: Kompas.com

Mari bandingkan dengan Jakarta. Dalam waktu 5 tahun yakni 2018-2023 karena upah minimum Jakarta tahun 2023 diketok palu di masa pemerintahan Gubernur Anies Rasyid Baswedan, terjadi kenaikan upah buruh sebesar  1.253.763 yakni dari Rp 3.648.035 (2018) menjadi 4.901.798 (2023).

Kita paham, upah buruh ditentukan oleh banyak variabel, mencapai 30 komponen. Itu sebabnya upah minimum tiap daerah berbeda. bahkan upah minimum antar kota/kabupaten dalam satu provinsi sangat mungkin berbeda-beda karena living cost berbeda juga.

Oleh karenanya masih kita gunakan faktor lain untuk menilai sikap Partai Buruh. Saat ini isu paling panas di kalangan buruh adalah terkait UU Cipta Kerja. Sejak lama, berbagai serikat buruh menentang Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap merugikan buruh. Salah satunya terkait dilegalkannya pekerja kontrak (alih daya) tanpa batas dan makin sulitnya menuntut perbaikan kesejahteraan melalui kenaikan upah. Sebab, seperti halnya di masa Orde Baru, melalui Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah kembali menjadikan upah murah sebagai poin pemanis dalam menarik investor.

Dalam demo-demo sebelumnya, Said Iqbal  dan kelompoknya paling getol menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja. Bahkan dalam perayaan May Day kemarin, suara penolakan itu masih terdengar. Namun lucunya, salah satu bakal calon presiden yang sedang dipertimbangkan untuk diberi dukungan adalah Ganjar Pranowo yang notabene telah di-endorse sebagai penerus Presiden Joko Widodo.

Di mana logikanya ketika lantang bersuara menentang produknya, tetapi mendukung penerusnya? Apakah ini juga bagian dari gimmick politik?
 
Semua bakal calon presiden yang nama-namanya sudah beredar, atau bahkan sudah dideklarasikan oleh partai politik, seperti Ganjar, Anies dan mungkin Prabowo Subianto, adalah putra-putra terbaik bangsa. Mendukung siapa pun tidak ada yang salah.

Oleh karenanya, pilihan kita mestinya didasarkan pada rekam jejak (track record) masing-masing calon, yang sesuai dengan aspirasi dan tujuan perjuangan kita. Jika Partai Buruh mendukung Ganjar, apakah berarti sudah menerima Omnibus Law Cipta Kerja?

Jika benar demikian,  kita menghormatinya sebagai sebuah pilihan politik. Jangan lain di bibir, lain pula hati berlabuh.  Sebab mencla-mencle, tidak konsisten dan berbohong, adalah sejelek-jeleknya sifatnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun