Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jakarta Provinsi Termiskin di Indonesia, Benarkah?

16 Februari 2023   18:50 Diperbarui: 19 Februari 2023   06:16 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Foto: Kompas.com

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut jumlah warga miskin di Jakartas sebesar 3.009.000 jiwa. Jika benar, maka Jakarta adalah kota termiskin di Indonesia karena jumlahnya mencapai 28,3% dari total penduduk Ibu Kota yakin 10.640.000 (Sensus 2020).

Bahkan angka kemiskinan Jakarta jauh melampaui angka kemiskinan nasional yang hanya 7,50 persen atau 26,36 juta penduduk.

Mari kita lihat klaim Heru berdasar data-data berikut. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2022, provinsi termiskin di Indonesia adalah Papua di mana angka kemiskinan mencapai 26,8 persen. Sedang provinsi termiskin di Jawa yaitu Yogyakarta, prosentasenya pun hanya 11,49 persen.

Heru mengaku mendapat angka kemiskinan di Jakarta dari 3 sumber yakni Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan Carik Jakarta. Data tersebut nenurut Heru sudah fix karena by name by address.

Dengan angka kemiskinan sebesar itu, Heru memastikan tidak ada kemiskinan ekstrem di Jakarta dan data kemiskinan yang disampaikan bersifat dinamis sehingga dapat berubah secara berkala.

Namun benarkah saat ini ada 3.009.000 penduduk miskin di Jakarta? Masih perlu sinkronisasi data lebih lanjut, termasuk menelisik motif di baliknya munculnya angka sebesar itu. Sebab, sangat fantastis.

Untuk diketahui sesuai data yang dirilis BPS pada September 2022, jumlah penduduk miskin di Jakarta adalah 494,93 ribu orang (4,61 persen), turun dibandingkan dengan Maret 2022 yang mencapai 502,04 ribu orang (4,69 persen).

Lalu bagaimana mungkin pada Februari 2023, atau 5 bulan kemudian, menjadi 35 persen? Lonajakan jumlah dari 502.000 ke 3.009.000 bukan hanya mencengangkan tetapi mendekati dongeng.  

Mari kita lihat angka kemiskinan Jakarta dalam 10 tahun terakhir.  Per September 2011 penduduk miskin di Jakarta sebesar 355,20 ribu (3,64 persen). Pada September 2014 jumlahnya melonjak menjadi 412,79 ribu orang (4,09 persen).

Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 turun menjadi 389,69 ribu orang (3,77%).  Angka kemiskinan Jakarta kembali turun di bulan September 2019 yakni sebesar 3.42%. setara 362,30 ribu orang. Angka ini adalah yang terendah dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Setelah pandemi,  pada September 2020 angka kemiskinan Jakarta bertambah menjadi 496,84 ribu orang atau 4,69 persen.

Terakhir, pada September 2021 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 498,29 ribu orang (4,67 persen). Secara jumlah bertambah namun prosentasenya turun.  

Jika melihat statistik di atas, maka naik-turunnya angka kemiskinan di Jakarta hanya di kisaran 1 persen. Lalu bagaimana mungkin tiba-tiba di tahun 2023 melonjak menjadi 28,3 persen?

Mungkinkah Pj Gubernur Jakarta menggunakan rumusan tersendiri untuk menghitung angka kemiskinan yang berbeda dengan standar BPS?

Seperti kita ketahui,  menurut BPS, per Maret 2022 Standar Kemiskinan adalah Rp 505.469 per kapita per bulan. Artinya jika tidak bisa memenuhi kebutuhan makan sebesar Rp 374.455 (74,08 persen), dan kebutuhan di luar makan sebesar Rp 131.014 (25,92 persen), maka orang tersebut masuk kategori miskin.

Dengan atandar tersebut, jika dalam satu keluarga terdapat 4 orang, maka keluarga itu harus memiliki penghasilan atau kemampuan belanja kebutuhan dasar minimal Rp 505.469 x 4 yakni Rp 2.021.876 per bulan. Jika tidak bisa memenuhi standar minimal tersebut, maka masuk dalam kategori keluarga miskin.

Sebagai warga Jakarta, kita senang jika lonjakan fantastis angka kemiskinan dimaksudkan untuk meningkatkan dana pembangunan, dan upaya-upaya komprehensif yang bertujuan mengentaskan kemiskinan.

Namun kita tegas menolak jika angka yang dibeber memiliki tujuan berbeda, seperti kepentingan politik 2024. Misal nanti di akhir tahun 2023 atau awal 2024 disebut  angka kemiskinan tinggal 4 persen sehingga muncul hero di sini.  

Atau angka tersebut digunakan untuk melegitimasi bag-bagi sembako bergambar istana, partai, atau tokoh tertentu dengan sumber dana dari APBD dan APBN.

Kita sudah terlalu sering dijejali hal-hal demikian Kita membutuhkan data yang valid dan menggunakan standar serta metodologi yang berlaku umum, di semua daerah, siapa pun pemimpinnya.

Salam #yb

Link video di sini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun