Ketika mengumumkan nama-nama calon penerima gelar Pahlawan Nasional 2022, Presiden Joko Widodo mengungkap kembali soal keberadaan Tap MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang menyebut Presiden Soekarno membuat kebijakan yang menguntungkan kudeta berdarah G30S/PKI. Bung Karno juga disebut melindungi tokoh-tokoh PKI.
Dalam video yang diunggah kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin 7 November 2022, Presiden Jokowi menegaskan Tap MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967 sudah dicabut oleh Tap MPR Nomor I/MPR/2003 sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan tindakan hukum lebih lanjut.
Jokowi kemudian menerangkan, pemerintah telah menganugerahkan gelar Pahlawan Proklamator pada 1986 dan gelar Pahlawan Nasional di tahun 2012 kepada Sukarno.
Secara garis besar tap MPRS Tahun 1967 mengatur pencabutan kekuasaan Soekarno selaku Presiden Indonesia dan mengangkat Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Jenderal Soeharto.
Berikut bunyi lengkap huruf C pada poin Menimbang dalam Tap MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967: Â
"Bahwa ada petunjuk-petunjuk, yang Presiden Sukarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G-30-S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G- 30-S/PKI".
Melalui ketetapan itu, Bung Karno juga dilarang melakukan kegiatan politik sampai dengan digelarnya pemilu. Sejarah menunjukkan, bukan hanya dilarang berpolitik, Soekarno juga diasingkan di Wisma Yaso, kini Museum Satria Mandala, hingga meninggal dunia pada 20 Juni 1970. Setahun kemudian, tepat 5 Juli 1971, Pemilu pertama di masa Orde Baru dilaksanakan.
Dengan demikian Bung Karno benar-benar tidak pernah berpolitik lagi sejak diberhentikan dari jabatan Presiden. Bung Karno juga tidak pernah diadili atas tuduhan sebagai pihak yang memberi keuntungan pada gerakan kudeta dan melindungi tokoh-tokoh PKI.
Dari sinilah, setelah reformasi sejumlah kalangan berupaya mencabut Tap MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 untuk membersihkan nama Bung Karno. Upaya tersebut berhasil ketika MPR mencabut  Tap MPRS yang dianggap sudah selesai, termasuk Tap MPRS Nomor XXXIII. Namun kelompok ini tetap ingin agar Tap MPRS Nomor XXXIII dicabut tersendiri.
Perdebatan besar terakhir antara kubu yang pro dan kontra terkait perlu tidaknya Tap MPRS Nomor XXXIII dicabut secara formal, terjadi setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Bung Karno gelar Pahlawan Nasional.
Mengapa Presiden Jokowi kembali mengungkit keberadaan Tap MPRS Nomor VVVIII/1967? Apa urgensi politiknya? Bukankah hanya akan menimbulkan perdebatan panjang tanpa akhir yang sangat-sangat kontraproduktif dengan upaya pemerintah meredam gejolak ekonomi di tengah ancaman resesi global?
Kita berharap, pernyataan Jokowi sekedar "pengantar" seremoni pemberian gelar kepahlawanan tahun 2022. Sebab jika sampai meletupkan kembali perdebatan di tengah masyarakat, potensi kegaduhannya bisa lebih besar dibanding tahun 2003 dan 2012.
Jangan sampai isu-isu yang sudah selesai dan adem, diungkit kembali untuk tujuan-tujuan berbeda. Sudah saatnya bangsa ini  terbebas dari beban masa lalu, dan menggunakan segenap energinya demi mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Tidak tersekat-sekat dalam pemikiran sempit segelintir elit politik yang gemar memanipulasi fakta melalui tebaran retorika agitatif demi mencapai tujuan kelompoknya saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H