Mahfud mencontohkan beredarnya pengakuan mantan anggota polisi Ismail Bolong. Pengusaha batu bara itu pernah mengaku menyetor dana Rp 6 miliar untuk Kabareskrim. Â Namun Ismail kemudian menarik pernyataannya.
Menurut Mahfud, saat membuat pernyataan tersebut, Ismail ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan yang kini telah diberhentikan dari kepolisian dan sedang menjalani persidangan sebagai terdakwa kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) di PN Jakarta Selayan. Â
Mahfud membeberkan, Ismail membuat pernyataan adanya aliran dana ke petinggi Polri pada Februari 2022 atas tekanan Hendra Kurniawan saat masih aktif menjabat Karo Paminal Divpropam. Ismail kemudian mengajukan pensiun dini dan dinyatakan pensiun per  Juli 2022. Mahfud berjanji akan memberikan perjatian khusus terhadap fenomena perang jenderal di tubuh kepolisian.
Kita berharap perang jenderal ini cukup di internal Polri saja. Bahkan kita "mendukungnya" karena bisa menjadi pintu menuju ke arah perbaikan secara kultural dan struktural sehingga memberi dampak positif kepada masyarakat.
Salah satu contohnya, penghapusan tilang manual di jalanan, diganti dengan tilang elektronik (ELTE). Sulit untuk dinafikan, tilang manual sebelumnya tidak membuka peluang adanya praktek pungutan liar. Keluhan masyarakat terhadap praktek pungli berdalih tilang sudah terbentang sejak lama dan baru sekarang ini dilakukan penghapusan.
Hal positif lain, yang diakui atau tidak merupakan dampak positif dari perang jenderal adalah tidak ada lagi pihak-pihak yang dengan mudah "memanfaatkan" kepolisian untuk tujuan politik dengan cara melaporkan lawan debat atau seseorang yang sekedar memaki di media sosial. Atas laporan "orang itu-itu saja", polisi sangat sigap bergerak melakukan proses hukum.
Sementara hal serupa tidak berlaku bagi mereka yang dalam debat sedang tidak sejalan dengan pemerintah. Tumpukan laporan dari kelompok ini yang "prosesnya jalan di tempat" adalah bukti tak terbantahkan.
Salah satu contohnya, kasus hukum terhadap Ade Armando yang sudah berstatus tersangka sejak 2017 lalu namun proses hukumnya belum sampai ke pengadilan. Atau kasusnya kembali di-SP3 oleh penyidik Polda Metro Jaya  setelah SP3 sebelumnya dibatalkan Pengadilan Negari Jakarta Pusat?
Reformasi dan pembersihan di tubuh kepolisian memang sedang kita tunggu dan kita dukung. Syukur hingga menyentuh pada kasus-kasus besar yang masih menjadi gunjingan di tengah masyarakat seperti penembakan KM50 dan penembakan gas air mata yang melahirkan tragedi Kanjuruhan.
Tentu tidak semua peristiwa akan sesuai dengan keinginan semua pihak. Oleh karenanya transparansi dan rasa keadilan, sesuai semboyan Presisi yang digaungkan Kapolri, harus sungguh-sungguh ditegakan dan dipedomani seluruh anggota Kepolsiian sehingga tugas pokok dan fungsi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat benar-benar dapat terwujud.
Salam Presisi, salam untuk Polri yang lebih baik.