Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Elektabilitas Selalu Tinggi, Siapa Sih Pendukung Prabowo?

11 Oktober 2022   12:07 Diperbarui: 11 Oktober 2022   14:10 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo hadir di Rakernas Gerindra. | Foto: Kompas.com

Meski belum dideklarasikan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto telah menyatakan kesiapannya maju sebagai calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Jika terwujud, ini akan menjadi gelaran pilpres keempat yang diikuti di mana 3 di antara berakhir dengan kekalahan.

Gelaran Pilpres 2009 menjadi yang pertama diikuti Prabowo. Saat itu Prabowo menjadi cawapres Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Duet Prabowo-Megawati dikalahkan Susilo Bambang Yudhoyono yang berpasangan dengan Budiono.

Di Pilpres 2014 Prabowo menantang Joko Widodo. Kali ini Prabowo menjadi capres berpasangan dengan Hatta Rajasa, Ketua Umum PAN saat itu. Prabowo kalah melawan pasangan Jokowi -- Jusuf Kalla.

Belum kapok, Prabowo maju kembali di kontetstasi Pilpres 2019 menggandeng kadernya sendiri, Sandiaga Salahuddin Uno. Lagi-lagi Prabowo dikalahkan oleh Jokowi yang berpasangan dengan KH Ma'ruf Amin.

Setelah itu, Prabowo dan Sandiaga Uno justru masuk ke Kabinet Jokowi. Prabowo menjadi Menteri Pertahanan, sedang Sandiaga Uno bertugas sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Sebuah anomali politik meski bukan hal yang luar biasa. Tak pelak, keputusannya masuk ke kubu Istana telah meninggalkan luka teramat dalam bagi pendukungnya, terutama yang berasal dari luar partai.  

Mereka yang sebelumnya sudah totalitas memberikan dukungan dan pembelaan, bahkan beberapa di antaranya sampai berhadapan dengan aparat penegak hukum, harus menelan pil pahit karena jagoannya justru bersekutu dengan lawan.

Perlu dipahami, pendukung Prabowo di gelaran Pilpres 2019 umumnya kelompok oposan yang "benci" kepada Jokowi karena beberapa kebijakannya dianggap lebih memihak pada oligarki dan kelompoknya.

Mereka bukan kader Partai Gerindra, melainkan floating mass atau massa mengambang yang tidak terikat dengan kekuatan politik mana pun. Bahkan banyak di antara mereka emak-emak atau ibu rumah tangga yang "tidak paham politik".

Dari sini bisa dipahami jika sekarang mereka merasa "dibohongi" dan hanya dijadikan "alat politik" oleh Prabowo. Kemungkinan sulit bagi mereka untuk kembali memberikan dukungan suara kepada Prabowo.

Ungkapan budayawan Betawi Ridwan Saidi di channel Refli Harun bisa menjadi tolok ukurnya. Pada Pilpres 2019 lalu Ridwan Saidi sangat getol mendukung Prabowo. Tetapi saat ini dia menyebut sudah tidak mendukung Prabowo dan bahkan stok maafnya sudah habis.

Namun fakta di media berkata lain. Hampir semua lembaga survei justru selalu menempatkan elektabitas mantan Danjen Kopassus itu di posisi teratas, mengalahkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.

Sebagian masyarakat mungkin bertanya-tanya, dari manakah asal suara dukungan Prabowo? Untuk mengetahui, mari kita bedah kemungkinannya.  

Pertama, perlu ditegaskan sekali lagi, hasil survei seringkali tidak linier dengan kondisi sebenarnya. Alasan utamanya tentu karena banyak lembaga survei yang disewa partai politik atau tokoh tertentu untuk pencitraan, termasuk di dalamnya menaikkan elektabilitas.

Kedua, suara dukungan untuk Prabowo berasal kader, simpatisan dan pemilih Partai Gerindra. Mungkin secara kebetulan mereka menjadi responden tetap lembaga survei.

Ketiga, ada pihak yang diuntungkan jika jagoannya berhadapan dengan Prabowo. Mereka lantas menciptakan kondisi agar Prabowo tertarik menjadi peserta Pilpres 20224.

Mereka paham, jika bukan Prabowo, maka kemungkinan besar Gerindra akan mengusung Anies seperti di pentas Pilgub DKI Jakarta 2017. Mendorong Prabowo berarti sekaligus menutup peluang Anies menggunakan perahu Gerindra.

Dalam kalkulasi kelompok ini, kans kemenangan jagoannya melawan Prabowo jauh lebih besar dibanding melawan Anies. Jangankan melawan Ganjar, bahkan andai melawan Ketua DPP PDIP yang juga Ketua DPR Puan Maharani pun, Prabowo sulit menang karena Puan memiliki pendukung loyal.

Ingat, pendukung PDIP tidak pernah melihat figur, melainkan warna bendera dan sosok Megawati. Jika Megawati sudah memutuskan Puan sebagai capres, pendukung PDIP di level akar rumput akan loyal dan sangat militan untuk memenangkannya.

Akankah Prabowo tetap nekad maju di Pilpres 2024 ataukah menolak dipermalu untuk keempat kalinya? 

Mari kita saksikan!

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun