Eksistensi wakil presiden (wapres) dalam sistem demokrasi yang kita anut memang serba susah. Karena satu paket dengan presiden maka wapres sering dianggap hanya pelengkap atau ban serep yang hanya digunakan ketika ban utama tidak berfungsi.
Berdasar UUD 1945 Pasal 4 Ayat (2) wapres merupakan pembantu presiden. Oleh karenanya dalam melaksanakan kewajibannya, wapres bertindak mewakili tugas konstitusional manakala presiden berhalangan.
Pengertian pembantu di dalam pasal tersebut juga bias karena menteri juga dianggap sebagai pembantu presiden. Padahal kedudukan wapres secara konstitusi "setara" presdien karena dipilih oleh rakyat secara bersama-sama -- dalam satu paket.
Wapres tentu harus bekerja mendukung presiden meski sejarah mencatat ketika menjadi wapres Megawati Soekarnoputri pernah "membangkang" terhadap kebijakan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menciptakan dualisme Kepala Polri. Bahkan Fraksi PDI Perjuangan mendukung Sidang Istimewa MPR yang berujung pada lengsernya Gus Dur di tengah jalan dan naiknya Megawati ke kursi presiden.
Adalah Badan Eksekutif Mhaasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang mengkritik kinerja Wapres KH Ma'ruf Amin. Bahkan BEM Unnes memberikan julukan The King of Silent.
Dalam unggahannya di akun Instagram @benkmunnes, bukan hanya gambar wapres yang diberi mahkota, namun juga Presiden Joko Widodo dengan julukan The King of Lip Service, serta Ketua DPR Puan Maharani sebagai The Queen of Ghosting.
Dalam penjelasannya seperti dikutip dari kompas.com, BEM KM Unnes menyebut Ma'ruf Amin selaku wakil presiden di masa pandemi Covid-19 harus mengisi kekosongan peran yang tidak mampu ditunaikan oleh Presiden Jokowi. Namun Ma'ruf Amin menihilkan eksistensinya di mata publik dan tidak memberikan jawaban yang lugas, gamblang dan jelas dalam menanggapi problem multidimensional terutama terkait pandemi Covidd-19. Ma'ruf dianggap absen dan diam.
Namun, tuding BEM KM Unnes, ketika beberapa kali memberi tanggapan di muka pubklik, Ma'ruf Amin terkesan sebagai legitimator kebijakan pemerintah dengan argumentasi dan klaim yang amat bias agama dan identitas yakni agama Islam. Â Â
BEM KM Unnes mencontoh statement Ma'ruf Amin tentang kehalalan BPJS dan hukum fardu khifayah melaksanakan vaksinasi Covid-19.
Kita memang menyayangkan sikap Wapres Ma'ruf Amin yang justru terlihat asyik sendiri dengan dunianya sambil memberikan legitimasi dari sudut pandang agama pada semua produk yang menuai kontoversi. Padahal posisinya jelas bukan sebagai ketua MUI, bukan juga wakil umat Islam di lembaga kepresidenan.
Apesnya, beberapa pernyataan yang merupakan produk sendiri, justru blunder. Contohnya tentang budaya K-pop. Ketika memberikan sambutan secara virtual untuk memperingati 100 tahun kedatangan warga Korea di Indonesia, Ma'ruf berharap budaya K-pop menginspirasi munculnya kreatifitas anak muda Indoensia. Pernyataan Ma'ruf menjadi kontroversi karena budaya K-pop dikuatirkan dapat menjadi 'racun' bagi perkembangan budaya dalam negeri. Kantor wapres pun buru-buru membantah pernyataan Ma'ruf sebagai kampanye agar anak muda Indonesia menonton dan meniru K-pop.