Awal tahun 1997 saya menerbitkan koran di Cilacap, Jawa Tengah, dengan nama Cilacap Pos tanpa Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) maupun Surat Izin Terbit (SIT) yang biasanya untuk koran komunitas. Saat itu suasana panas menjelang pemilu dan isu suksesi Soeharto sedang berada di titik didih.
Menjalani rentetan pemeriksaan menjadi pengalaman manis dan hari ini teringat kembali ketika mendengar mantan Menteri Penerangan H. Harmoko meninggal dunia.
Ide menerbitlan koran muncul begitu saja. Mungkin karena terbawa suasana karena saat itu nongkrong di mana pun, kampus hingga warung kopi, perbincangan tidak terlepas dari isu politik. Dengan sedikit provokasi, saya berhasil mengajak Kang Dayono Yunani (pelukis/budayawan), Pak Badruddin Emce (penyair/PNS) dan Mas Ansar Basuki Balasikh (penyair/PNS).
Namun menjelang terbit, Pak Badruddin dan Ansar menarik tulisannya. Tinggal saya berdua Kang Daryono. Setelah seminggu berkutat karena harus menulis hingga mounting sendiri, materi dibawa ke Yogyakarta untuk dicetak. Tidak banyak, hanya 500 eksemplar. Setelah terbit koran disebar secara gratis sebagai perkenalan, namun tanpa stempel promosi seperti umumnya.
Headline-nya tentang wacana pembangunan Tol Joglosemar (Jogya-Solo-Semarang). Isinya hanya kritik halus terhadap upaya Cendana memajaki rakyat dari jalan berbayar. Berita lain terkait demo, harga pangan, profil taman kanak-kanak dan sekolah pelayaran serta beberapa berita kegiatan kabupaten. Koran 12 halaman itu terbit hitam putih, termasuk halaman depan.
Sorenya, saya didatangi orang dari Kantor Penerangan Cilacap (mohon maaf sudah lupa namanya). Setelah basa-basi, dia mengatakan besok saya ditunggu di Kantor Penerangan. Undangan itu pun saya ikuti dalam kapasitas sebagai Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Cilacap Pos karena sebelumnya memang sudah menduga hal itu akan terjadi.
Di dalam ruangan di Kantor Penerangan, ternyata sudah ada beberapa orang dari instansi lain, termasuk Koramil Cilacap. Ketika saya bertanya apakah ini pemeriksaan resmi atau sekedar tanya-jawab, mereka menjawab hanya ingin tahu beberapa informasi terkait koran Cilacap Pos. Kebetulan saat itu masih ada sedikit darah aktivis sehingga saya punya sedikit nyali untuk berdebat.
Poin utama yang dicecar oleh "para pemeriksa" adalah sumber dana untuk cetak koran. Tampang dan status saya saat itu tidak berhasil meyakinkan mereka ketika keukeuh mengatakan uang tabungan alias dibiayai sendiri. "Apa ada anasir asing yang membiayai?" tanya orang berpangkat kapten.
Saya hampir tertawa karena isu adanya antek asing yang ingin mengacaukan Pemilu 1997 dan Sidang Istimewa MPR 1998 memang sudah menjadi bahan guyonan di kalangan aktivis.
Singkat cerita setelah mendapat "tepukan halus", besok saya harus menghadap ke kantor perwakilan wilayah di Purwokerto. Proses dan situasinya kurang lebih sama.
Namun ada satu petugas yang berbaik hati membelikan makan siang dan menyarankan agar saya segera mengurus SIUPP minimal SIT. Sesuatu yang tidak pernah saya ikuti karena bulik saya yang semula berjanji mendanai, langsung menghentikan bantuan setelah melihat kondisi saya. Beliau takut ikut terbawa dalam masalah padahal saya sudah menjamin tidak akan membocorkan dari mana sumber dananya.
Usai Pemilu 1997 saya menjadi kontributor koran HU Mitra Dialog (kini Kabar Cirebon) dari Pikiran Rakyat Group. Tidak terpikir lagi untuk menerbitkan koran termasuk setelah reformasi yang membawa angin segar dengan hilangnya kewajiban SIUPP bagi pers. Terlebih Bupati Cilacap (saat itu) Kolonel TNI Herry Tabri Karta banyak membantu dan rajin "menasehati" agar saya tidak menerbitkan koran lagi.
Demikian sekelumit kisah "persinggungan" saya dengan Harmoko. Dari sekian banyak sisi negatif tentang kebebasan pers di masa itu, satu hal yang mengesankan adalah tingginya penghormatan terhadap profesi wartawan. Mungkin karena jumlahnya yang tidak sebanyak sekarang.
Sugeng tindak Pak Harmoko. Tentu kami akan mengenang yang indah-indah karena prinsip saya mikul duwur mendem jero. Pun tentang pengalaman di atas.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H