Bisa dipahami jika akhirnya yang ditampilkan hanya fragmen, lintasan peristiwa karena saking banyaknya yang ingin disampaikan. Benturan peradaban, budaya, agama yang coba dihadirkan tidak mendapat tempat yang cukup.
Semisal dalam contoh kasus benturan yang melatari bentrok Poso. Kang Pepih "takut" untuk menarasikan hal-hal yang belum terungkap sehingga yang disajikan sebatas sebab yang sudah diungkap media. Perubahan demografi, yang diikuti perubahan komposisi dalam struktur pejabat pemerintah, hilangnya patron tradisional dan tergerusnya hegemoni kelompok yang semula mayoritas, sudah diulik habis oleh media.
Padahal aku terlanjur berekspektasi, Kang Pepih menelisik ke sisi personal dari permasalahan itu. bukan sekedar "elit Jakarta". Â Sebab seseorang atau kelompok "elit Jakarta" ini jangan-jangan yang menjadi sumber segala sumber kekacauan pasca reformasi dan berpinak di masa sekarang.Â
Namun akhirnya Kang Pepih tetaplah penulis yang masih "pemalu" seperti Alena yang setelah menjelajahi luas Eropa hingga Papua, akhirnya tetap cewek masa kini yang pandai jatuh cinta.
Jika dipaksa untuk menyebut kekurangannya agar sah tulisan ini, hanya pada typo yang mengganggu dan penguatan karakter Alena. Aku sempat bolak-balik mencari siapa laki-laki sebelum Pratama yang pernah menyentuh hatinya? Sebab dunia Alenia "mengharuskan" adanya beberapa cowok sebelum Pratama.
Terima kasih Kang Pepih, sudah menghadirkan bacaan yang menghibur dan memberi insight dari banyak peristiwa. Â Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H