Kedua, duet Puan -- Anies dapat menetralisir ketegangan kelompok nasionalis dan relijius -- dalam konteks politik, yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Masuknya Prabowo ke dalam kabinet terbukti tidak mampu meredam ketegangan yang terjadi. Sebab, seperti disinggung di atas, pengikut Prabowo tidak lantas ikut "masuk istana" sedang kelompok yang kontra masih belum sepenuhnya menerima. Sementara Anies memiliki modal yang kuat untuk meyakinkan pendukungnya karena memiliki kedekatan yang lebih intens. Â
Ketiga, Anies dapat diterima di kelompok nasionalis. Survei Litbang Kompas membuktikan, cukup besar prosentase pendukung Jokowi yang memilih Anies jika Jokowi tidak maju Pilpres 2024 karena sudah menjabat dua periode.
Jangan lupa, Anies mantan Rektor Paramadina yang berpaham moderat dan pluralis sebagaimana pemikiran sang pendiri, Nurcholish Madjid. Hal itu juga yang tampak dalam kebijakannya selama memimpin Jakarta. Anies tidak segan-segan mengunjungi gereja dan tempat ibadah agama lain meski mendapat tentangan dari sebagian kecil pendukungnya.
Sebagaimana Puan, Anies tentu juga memahami konsep kepemimpinan dan cita-cita besar Jokowi karena pernah menjadi juru bicara dan anggota kabinetnya. Jika diberi amanah, keduanya tidak akan kesulitan untuk meneruskan program-program besar yang sudah berjalan.
Wacana duet Puan-Anies sangat menarik dan mematik pro-kontra. Salah satu yang kontra adalah Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Faisol Riza. Menurutnya, DNA politik Puan dan dan Anies berbeda.
Sayangnya penilaian itu sulit diterima mengingat ada embel-embel Puan lebih cocok dipasang dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Artinya penilaian Faisol Riza bias karena ada kepentingan partainya.
Anda punya pendapat berbeda? Mari berbincang dengan argumen yang lebih baik.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H