Peluang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk melakoni pertarungan di pentas Pilpres 2024 semakin terjal. Meski sudah diprediksi sejak awal, karena harus bersaing dengan Ketua DPR Puan Maharani, namun umbaran kesalahan Ganjar di media tetap mengejutkan.
Adalah Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Bambang Wuryanto yang mengumbar kesalahan Ganjar sebagai dasar tidak diundang dalam acara pembukaan pameran foto di Semarang yang Puan dan dihadiri seluruh kepala daerah se- Jawa Tengah usungan PDIP.
Ganjar pun memilih menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan ikut gowes uji coba jalur sepeda untuk balap atau road bike di Jalan layang Non Tol Kampung Melayu -- Tanah Abang, Jakarta. Sebelum muncul pernyataan Bambang, yang juga Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, aksi gowes Ganjar di Jakarta dianggap bagian dari strategi politik.
Ganjar pun telah memberikan tanggapan atas serangan yang dilontar Bambang Wuryanto. Ungkapan bahwa dirinya "orang Jawa dan kader", dapat dimaknai Ganjar paham teguran tersebut dan akan tunduk kepada kebijakan partai.
Andai Ganjar bisa "dikendalikan", maka PDIP lebih leluasa dalam memoles Puan. Minimal tidak akan muncul faksi Ganjar di kandang banteng. Friksi internal bisa ditekan dan seluruh kekuatan diarahkan untuk mendongkrak elektabilitas Puan yang juga Ketu DPP PDIP sekaligus putri Megawati.
Sebab, selain elektabilitas, Puan memiliki seluruh prasyarat yang dibutuhkan yakni trah Soekarno, kader senior, punya pengalaman mumpuni di legislatif dan eksekutif. Tidak ada kader PDIP yang bisa menandingi modal politik Puan.
Namun andai segala sumber daya, juga gelontoran dana, tetap gagal mengangkat elektabilitas Puan, sementara Ganjar terlanjur "disimpan", siapakah calon yang akan diusung PDIP pada Pilpres 2024 mendatang? Dengan catatan, tidak ada amandemen UUD 1945 dan penambahan masa jabatan presiden.
Berikut 7 tokoh yang memiliki kans diusung PDIP untuk menruskan kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Pertama, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi alias Hendi Beberapa kali Megawati memuji pria kelahiran 30 Maret 1971 tersebut sebagai kepala daerah yang progresif, termasuk saat perayaan HUT PDIP dan peluncuran buku Megawati.
Kedua, Ketua Bidang Ekonomi Kreatif DPP PDIP Mohammad Prananda Prabowo. Meski jarang tampil dipublik dan belum pernah menduduki jabatan eksekutif maupun legislatif, namun kakak tiri Puan yang digadang-gadang akan menggantikan posisi Megawati sebagai ketum PDIP, Â memiliki kans karena dianggap mewakili trah Soekarno.
Pencalonan Prananda juga akan meredam potensi konflik di tubuh PDIP. Nanan, demikian panggilan akrabnya, dianggap mampu menjembatani kepentingan keluarga Soekarno dan kader-kader pragmatis yang bergabung tanpa ikatan emosional tersebut.Â
Ketiga, Menteri Sosial Tri Rismaharini. Setelah menuntaskan masa jabatan Waali Kota Surabaya dua periode, Risma ditarik ke pusat dengan diberi posisi strategis pada Kabinet Joko Widodo. Bahkan jauh sebelum nama Ganjar berhembus kencang, nama Risma lebih sering disebut oleh kader-kader PDIP.
Keempat, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Â Putra sulung Presiden Jokowi ini memiliki kans besar karena tentunya didukung oleh inner circle Istana.
Kelima, Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan. Meski belum ada pernyataan resmi sebagai kader PDIP, namun kedekatannya dengan Megawati dan keluarga besar PDIP tidak perlu diragukan.
Keenam, Anggota DPR Fraksi PDIP Puti Guntur Soekarno. Keponakan Megawati yang memiliki nama lengkap Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri layak diperhitungkan karena nama ayahnya. Banyak kader-kader senior PDIP yang menganggap Guntur mewarisi kharisma Bung Karno.
Jika terpaksa akan mengambil tokoh luar kandang, siapakan tokoh yang masuk radar PDIP? Ada sejumlah nama potensial untuk disandingkan dengan Puan yakni Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan Gubernur DKI Jakaarta Anies Baswedan.
Ingat, tidak pernah ada gesekan antara Anies Baswedan dengan Megawati dan PDIP. Nuansa politik yang seolah menghadapkan Anies dengan PDIP hanya mainan segelintir orang karena adanya kepentingan berbeda.
Dinamika politik selalu cair. Bukankah tidak ada yang menyangka Presiden Jokowi akan menggandeng Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden di periode keduanya? Sebab saat itu dalam posisinya sebagai ketua MUI, Ma'ruf Amin adalah "rival" paling tidak disukai karena ikut menerbitkan fatwa yang menjadi salah satu dasar penetapan Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus penista agama oleh kepolisian, November 2016 lalu.
Masuknya Prabowo Subianto ke kabinet Jokowi yang menjadi rival dalam dua gelaran pilpres terakhir juga dapat menjadi contoh. Sekeras apa pun tumburan yang pernah terjadi, sejauh mana pun perbedaannya, jika sudah menyangkut kepentingan, lawan menjadi kawan, dan bila perlu teman seperjuangan dikorbankan. Â Â
Jangan juga diabaikan, dalam simulasi survei Litbang Kompas ketika 24 persen pemilih Jokowi disuruh memilih kandidat lain, Anies meraih 1,7 persen.
Meski kalah dari perolehan Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (4,9 persen), Ganjar Pranowo (2,8 persen), dan Basuki Tjahaja Purnama (1,8 persen), namun perolehan Anies jauh di atas Tri Rismaharini (1,2 persen), Sandiaga (1 persen), dan Ridwan Kamil (0,2 persen).
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H