Kubu Budi Hardjono yang didukung rezim Orde Baru, tidak terima dan berusaha menduduki arena kongres. Untuk menyelesaikan pertikaian, digelarlah Kongres Surabaya di tahun yang sama. Â Â Â
Di luar dugaan, dan konon sampai membuat Soeharto marah, Megawati terpilih menjadi ketua umum. Meski kericuhan di arena kongres kembali terjadi, namun Megawati tetap mengklaim sebagai ketum PDI yang sah.
Nama Megawati sontak melambung. Soeharto menganggapnya sebagai alarm bagi kekuasaannya.Tidak ada jalan lain, Megawati pun dijegal melalui Kongres Medan, Mei 1996. Soeharto yang sudah tidak percaya kepada Budi Hardjono, menugaskan Soerjadi untuk memimpin PDI. Â
Meski secara formalitas, PDI Soerjadi yang diakui, namun de facto berkata lain. Massa nasionalis di bawah, tetap loyal kepada Megawati. Ketika Soerjadi dengan bantuan preman dan sokongan ABRI, mengambilalih kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro tanggal 27 Juli 1996, terjadilah tragedi yang saat ini dikenal dengan istilah Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli).
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto pernah menyebut Susilo Bambang Yudhoyono, yang saat itu menjabat Kepala Staf Komando Daerah Militer (Kasdam) Jakarta Raya dan kini Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, memiliki peran penting dalam peristiwa tersebut.Â
Pada Pemilu 1997, perolehan suara PDI pimpinan Soerjadi melorot dratis. Tidak lama setelah itu, Soeharto dipaksa lengser. Megawati pun mendeklarasikan partai baru bernama PDI Perjuangan yang kini menjadi partai penguasa. Â Â
Dari peristiwa ini dapat dilihat bahwa kudeta terhadap partai politik tidak selalu karena orang dalam, namun juga adanya campur tangan kekuatan dari luar yang didukung oleh kekuasaan.
Salam @yb
*diolah dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H