Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Deja Vu Kudeta PDI Megawati di Masa Orde Baru

2 Februari 2021   15:12 Diperbarui: 8 Februari 2021   11:17 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto: kompas.com/ARBAIN RAMBEY

Perpecahan partai politik hal yang biasa, terlebih di negara yang baru belajar demokrasi seperti Indonesia. Penyebab perpecahan secara garis besar karena minimnya loyalitas berbasis ideologi dan adanya campur tangan eksternal.

Faktor pertama bahkan masih menjangkiti partai=partai besar seperti PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Di awal reformasi PDIP banyak menerima kader yang ideologinya masih dipertanyakan. Mereka diterima karena kebutuhan sumber daya manusia (SDM) partai yang memang masih minim.

Bukan rahasia lagi, di masa Orde Baru, hanya orang-orang nekad yang berani bergabung dengan PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri, yang menjadi cikal-bakal PDIP. Banyak di antara mereka yang tidak memiliki modal pendidikan dan ekonomi. Namun loyalitasnya tidak perlu diragukan lagi.

Pasca reformasi, PDIP membutuhkan kader terdidik dan mapan secara ekonomi. Kebetulan saat itu PDIP sedang menjadi partai idola setelah memenangi Pemilu 1999. Perpecahan di level grassroots tak terelakkan.

Pergantian ketua DPC dan DPD menjadi ajang pertarungan kelompok lama yang hanya bermodal loyalitas dan fanatisme pada sosok Bung Karno, melawan kelompok yang memiliki modal dan akses langsung ke DPP. Hasilnya bisa ditebak. Banyak pengurus lama yang tersingkir sebagai konsekuensi logis- proses alamiah, dari partai wong cilik yang sedang bertransformasi menjadi partai modern. Lahirnya Partai PNBK sebagian karena terjadinya gesekan ini.

Perpecahan juga terjadi di tubuh Golkar, orsospol piaraan Orde Baru. Setelah bertransformasi menjadi partai politik, Golkar sempat limbung meski secara elektoral, tetap kokoh bahkan mampu mempecundangi PDIP di Pemilu 2004.

Kelompok oportunis di tubuh Golkar berulangkali membelah diri karena tidak puas dengan pergantian kepemimpinan. Partai Hanura, Partai Gerindra dan terakhir Partai Berkarya adalah contoh bagaimana loyalitas kader sangat dipengaruhi oleh sosok ketua partai dan kue yang diterima.

Tidak ada loyalitas kader berdasar ideologi partai. Tokoh-tokoh politik dengan mudah loncat pagar ketika ambisi pribadinya tidak disokong partai. Tidak mengherankan jika seseorang yang semula terlihat sangat nasionalis mendadak menjadi agamis setelah berganti partai. Demikian juga sebaliknya.

Faktor kedua, perpecahan karena campur tangan eksternal, juga bukan hal baru. Namun perpecahan yang terjadi di tubuh PDI di masa Orde Baru adalah contoh paling gamblang, dan bisa dijadikan ukuran apakah hal semacam itu terjadi lagi di masa kini.

Perpecahan PDI- partai hasil fusi beberapa partai seperti PNI, Murba, IPKI, Parkindo dan Partai Katolik tahun 1973, mulai terjadi setelah Kongres Medan tahun 1993. Saat itu, Soerjadi-Nico Daryanto kembali terpilih untuk memimpin PDI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun