Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Opini Itu Bukan (Sekadar) Pendapat

8 Mei 2020   20:57 Diperbarui: 28 Januari 2021   12:16 3407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian dapat dipertanggungjawabkan bukan berati harus benar menurut umum, tetapi memenuhi kaidah sebuah opini. Soal benar atau salah, setuju atau tidak setuju, itu ada di ranah berbeda.

Oleh karenanya, haram menghilangkan data (fakta) ketika menulis opini. Bahkan mestinya sebelum menulis opini melakukan riset dan mencari pembanding dari data primer, bukan hanya (opini) media massa. Sengaja disebut opini media massa karena bukan rahasia lagi banyak berita yang isinya hanya opini wartawannya.

Sebagai contoh, Badu dipecat karena tidak becus dalam tata kelola anggaran seperti dikatakan menteri keuangan. Namun penulisnya tidak dapat menghadirkan data (fakta) menteri keuangan pernah menyampaikan hal itu, atau menunjukkan data (primer) adanya tata kelola yang tidak becus tersebut.

Apakah itu termasuk tulisan opini? Bukan, itu pendapat pribadi yang dapat dituntut secara hukum karena menulis/menyebarkan hoaks (fitnah) sehingga merugikan harga diri dan martabat pihak lain. Beda halnya jika memang ada data penunjangnya, sehingga tulisannya layak disebut opini yang argumentatif.

Tulisan ini untuk melengkapi tulisan sebelumnya yang berjudul Agar Opinimu Tidak Jadi Sampah Peradaban.

Tidak terbetik sedikit pun niat untuk menghakimi tulisan seseorang, melainkan ajakan untuk terus belajar dan berbenah agar tulisannya semakin berkualitas dan memenuhi asas umum penulisan opini. Apakah tulisan-tulisanku di Kompasiana sudah layak disebut opini? Bebas bagi pembaca untuk menafsirkan, menilai, dan memberikan opini.

Tetapi andai pun dianggap tidak layak sesuai kriteria yang disebutkan di atas, setidaknya tulisan-tulisanku tidak hanya luapan kebencian karena hal-hal lain, bukan fanatisme buta pada seseorang, jauh dari kedengkian pribadi apalagi rasis.

Aku selalu mencari data pembanding dari buku, pengetahuan dan pengalaman pribadi, juga fakta di lapangan, bukan sekedan menelan opini media massa.

Contohnya, ketika menyoroti tentang diskresi yang diberikan polisi kepada pemudik dengan kategori tertentu. Aku tidak hanya mengandalkan berita di media massa, tetapi membuka aturan tentang PSBB dan melihat video saat presiden mengeluarkan maklumat larangan mudik secara utuh.

Sekali lagi, opini berbeda dengan pendapat karena harus memenuhi kaidah yang berlaku sebagaimana karya-karya intelektual lainnya. Ada kaidah, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi. Benar bahwa opini bersifat subjektif, namun tidak berarti tendensius.

Seseorang yang mengatakan opini harus tendensius, sudah pasti tidak paham opini, bahkan mungkin juga tidak paham arti kata tendensius itu sendiri. Opini tidak harus berpihak, bisa saja netral. Banyak tulisan opini yang memuji, mengkritik, pun bersikap netral.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun