Presiden Joko Widodo membuat kebijakan yang berkaitan dengan transparansi penanganan pandemi virus korona (Covid-19). Sebuah langkah maju setelah sebelumnya data tersebut ditutupi dengan alasan agar tidak menimbulkan kepanikan masyarakat. Â
Pertama, terkait pembukaan data kasus korona, bukan hanya jumlah yang sudah terkonfrimasi positif, sembuh dan meninggal dunia, namun juga sebaran orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Pembukaan data ini sangat penting untuk mengetahui daerah mana saja yang sudah masuk zona merah, dan berapa banyak ODP serta PDP di suatu daerah. Tujuannya agar masyarakat mengetahui dan meningkatkan kewaspadaan.
Tentu akan ada ekses negatif, semisal pengucilan orang-orang dengan status demikian. Tetapi bukankah semua warga, termasuk yang sehat, juga wajib "mengucilkan" diri di dalam rumah sejalan dengan imbauan pembatasan sosial dan menjaga jarak aman?
Yang perlu dilakukan adalah tidak memberikan justifikasi buruk, cemoohan atau malah pengusiran dari suatu daerah karena jika semua bersikap waspada, patuh pada anjuran pemerintah dengan melalukan social dan physical distancing, wabah ini dapat dilokalisir dan dibasmi.
Kedua, pernyataan Presiden Jokowi yang meyakini masa sulit akibat pandemi Covid-19 akan  selesai di akhir tahun sehingga di awal tahun 2021 akan terjadi booming di bidang pariwisata karena saat ini banyak negara yang menerapkan pembatasan sosial sehingga masyarakat ingin menikmati kembali keindahan di daerah wisata ketika pandemi terkutuk ini berakhir.
Presiden tentu sudah mendapat laporan sampai kapan pandemi berakhir dan ekonomi kembali bangkit sehingga kita pun ikut meyakininya. Sepertinya, tujuan dari pernyataan tersebut, selain kepada dunia pariwisata, Â juga untuk memberikan harapan kepada seluruh masyarakat agar tetap optimis.
Tetapi ada beberapa catatan yang perlu dikritisi terkait pernyataan presiden.
Terkait pembukaan data, sayangnya masih jauh dari ekspektasi publik. Data ODP dan PDP masih dianggat terlalu kecil. Bukan kita berharap jumlahnya booming, karena semakin kecil tentu semakin baik. Hanya saja data tersebut jauh dari perkiraan para ahli, termasuk Badan Intelijen Negara (BIN) Â yang telah melakukan permodelan sebaran dan perkiraan jumlah kasus.
Sebagai perbandingan, hingga 16 April, jumlah kasus positif korona mencapai 5.516, sembuh 548 dan meninggal dunia 496 orang. Sedang menurut permodelan  BIN, penyebaran virus korona pada akhir Maret mencapai 1.577 kasus, akhir April 27.037 kasus, akhir Mei 95.451 kasus dan akhir Juni 105.765 kasus.
Jika kita membaca data tersebut, dengan asumsi paparan BIN mendekati kebenaran, maka akan ada lonjakan hingga 21 ribu kasus sampai dengan akhir April. Namun hal itu sepertinya mustahil jika melihat grafik laporan yang disampaikan juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto. Pertambaham jumlah kasus yang dilaporkan setiap harinya tidak pernah mencapai di atas 500 kasus.
Kita tentu, sekali lagi, berharap laporan yang disampaikan juru pemerintah yang benar. Tetapi jangan salahkan juga masyarakat yang meragukannya karena ada data pembading dari hasil permodelan yang dilakukan para ahli dan juga BIN.Bukankah tidak mungkin BIN memaparkan hasil permodelan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan?
Agar publik tidak trus diliputi keraguan terhadap data pemerintah, sebaiknya rapid test lebih massal dan alat PCR untuk Swab diperbanyak sehingga memiliki jangkauan lebih luas dan menghasilkan data yang sesuai, minimal mendekati, dengan kondisi riil di lapangan. Â
Bagaimana dengan keyakinan Presiden Jokowi akhir tahun 2020 kesulitan akibat pendemi Covid-19 akan berakhir? Sangat mungkin yang dimaksud oleh Presiden bukan akhir pandemi, namun juga akir dari seluruh dampak yang ditimbulkan, terutama di bidang ekonomi.
Namun banyak yang kemudian menanggapinya sebagai akhir dari pandemi sehingga menimbulkan waswas dan kecemasan. Bahkan andai pun itu prediksi penuntasan dampaknya, tetap memunculkan keraguan, mungkinkah akan bisa bertahan hingga akhir tahun? Mungkinkah masyarakat terdampak, terutama mereka yang kehilangan pendapatan, dan juga warga miskin, sanggup bertahan hingga akhir tahun dengan hanya mengandalkan bantuan pemerintah?
Jumlah warga terdampak akan terus membesar karena sebagian karyawan yang dirumahkan masih mendapat sebagian gajinya. Tetapi Ketua Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono telah memberikan alarm, pengusaha hanya sanggup membiaya pengeluaran, termasuk gaji karyawan yang dirumahkan, hanya sampai  tiga bulan, atau sekitar bukanJuni, sebelum kemudian gulung tikar.
Artinya setelah Juni akan lebih banyak lagi warga masyarakat, bahkan dari golongan mengah, yang tidak lagi memiliki penghasilan sehingga harus juga dimasukan dalam program penerima bantuan pemerintah.
Pertanyaannya, sanggupkan pemerintah memenuhiu kebutuhan dasar seluruh masyarakat  yang terdampak wabah hingga akhir tahun? Jika melihat postur APBN dan beban hutang, meski mungkin akan ada keringanan cicilan dan bunga utang dari kreditur, kita tidak terlalu yakin.
Artinya, keterbukaan  terkait akhir pandemi atau pun akhir dampak pandemi, sampai dengan akhir tahun, tetap memberikan kecemasan karena tidak disertai dengan keyakinan di sisi lain, yakni kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan dana untuk menanggulanginmya.
Kita berharap pernyataan demikian disertai gambaran ketersediaan anggaran dan juga pasokan kebutuhan dasar masyarakat. Tentu tidak sulit bagi Presiden dan jajarannya untuk menyediakan data-data demikian. Â Â Â
Sebab jika hanya melontarkan perkiraan, padahal rentang waktunya sangat lama- masih sekitar 8 bulan, tanpa disertai data penopangnya, akan memicu spekulasi liar dan bahkan akhirnya dijadikan bahan kecemasan masyarakat. Terlebih, di samping kesulitan untuk impor bahan pangan karena banyak juga negara yang terdampak sehingga mempengaruhi ketersediaan di pasar internasional, hasil pertanian di dalam negeri juga mungkin turun dratis.
Kita mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi membuka data dan bahkan perkiraan akhir dari pandemi, termasuk dampaknya. Kita berharap ke depan, pemerintah semakin transparan sehingga penanganan Covid-19 bisa lebih maksimal.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H