Kedua, kelompok masyarakat yang menolak PSBB karena dukung-mendukung politik. Kelompok ini sangat getol menyerang apa pun kebijakan Anies dalam upaya meminimalisasi sebaran virus korona.
Bahkan mereka tega mempersoalkan pemberian fasilitas penginapan di hotel untuk para dokter dan tenaga medis dengan sebuah argumen "bodoh", karena mempertanyakan kaitan pemberian fasilitas dengan jaminan masyarakat Jakarta tidak terinfeksi virus korona.
Mereka lupa atau mungkin tidak tahu apa tugas dokter dan paramedis, dan mengapa kebijakan itu diambil. Jeritan para dokter yang tidak bisa pulang karena takut membawa virus ke rumah, diusir dari kontrakan sehingga terpaksa tidur di ruang perawat, tidak cukup untuk menahan kenyinyirannya.
Kelompok ketiga, paham namun menganggap remeh pandemi. Kelompok ini paling berbahaya karena sudah terkontaminasi paham konspirasi. Kematian puluhan ribu orang dalam sekejap tidak akan bisa membuka nuraninya.
Jangankan berempati, sekedar untuk diam di rumah pun mereka enggan. Terlebih sejak awal banyak pejabat tinggi yang meremehkan pandemi corona dan dianggap sebagai lelucon sehingga dijadikan alas pembenar sikapnya.
Kelompok ini sibuk membanding keganasan korona dengan penyakit lain, menuding upaya pencegahan sebagai sikap paranoid, dan menertawakan mereka yang berjuang menghalau pandemi.
Lebih miris lagi ketika secara eksplisit menyebut kematian ribuan orang tidak berarti apa pun, karena hanya deret angka.
Kita berharap penerapan PSBB di Jakarta dapat segera dilakukan dengan ketat dan tegas. Sebab jika kondisi saat ini dibiarkan tanpa kepastian, tanpa tindakan yang lebih ketat, dampaknya justru akan sangat berbahaya, melebihi lockdown.
Mungkin akan timbul persoalan di awal, seperti India, tetapi itu bukan alasan untuk menunda-nunda penerapan PSBB.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H