Keempat, figur SBY. Demokrat adalah SBY dan berlaku sebaliknya. Asumsi demikian masih ada hingga hari ini dan mungkin sampai selesai kepemimpinan AHY.
Pernyataan SBY usai menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada AHY bahwa pemimpin lama tidak akan ke mana-mana dan dibalas AHY dengan mengatakan Demokrat masih membutuhkan sentuhan SBY, menjadi alas argumennya.
Kelima, SBY dan Demokrat masih dianggap sebagai seteru Presiden Joko Widodo dan juga PDI Perjuangan. Dua kali dikandaskan SBY dalam gelaran Pilpres 2004 dan 2009 membuat Megawati bersikap kalis. Tidak tampak memusuhi namun juga enggan akrab. SBY pernah terang-terangan mengatakan hubungannya dengan Jokowi "terganjal" oleh sikap Megawati.Â
AHY akan mewarisi "perseteruan" abadi itu. AHY belum cukup memiliki modal untuk memutusnya meski sudah "diterima dengan baik" saat berkunjung ke kediaman Megawati.
Untuk meminimalisasi "gangguan-gangguan" di atas, tidak ada cara bagi AHY selain keberanian untuk melepas bayang-bayang SBY. Untuk mengetahui apakah AHY berani melakukan hal itu atau tidak dapat dilihat dari susunan pengurus akan segera dibentuk.
Jika nantinya SBY masih memegang posisi ketua Dewan Pembina atau Majelis Tinggi seperti sekarang ini, maka suksesi Demokrat akan sia-sia.
Pihak luar, bahkan mungkin internal, tetap akan lebih mendengar suara SBY dibanding AHY. Dengan demikian, ambisi AHY untuk mengembalikan kejayaan Demokrat melalui 10 program yang dicanangkan, tak lebih hanya program utopia. Â Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H