Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sodorkan Sandiaga, Cara Jokowi "Menjaga" Anies Baswedan

21 Januari 2020   09:46 Diperbarui: 21 Januari 2020   09:57 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo di depan Balai Kota DKI. Foto: KOMPAS.com/Nursita Sari

Presiden Joko Widodo melontarkan candaan kepada Sandiaga Salahuddin Uno yang dapat dimaknai sebagai kode terkait kans menjadi pengganti dirinya. Banyak yang meyakini, lontaran Jokowi berpotensi mengubah konstelasi politik menuju Pilpres 2024.

Meski gelaran kontestasi elektoral 2024 masih lama, tetapi sudah bukan rahasia lagi jika upaya menuju ke arah sana sudah dirintis tokoh-tokoh yang dianggap, setidaknya menganggap dirinya, memiliki peluang. 

Bukan hanya memoles dirinya, ada juga calon kandidat dan pendukungnya, yang telah melakukan manuver secara frontal, termasuk melempar black campaign ke tokoh lain yang dianggap akan menjadi rivalnya.

Presiden Jokowi tentu tidak ingin polarisasi kekuatan itu terjadi di saat pemerintahan periode keduanya baru dimulai. Bukan hanya akan mengganggu stabilitas sosial dan politik, namun juga membuat risih. Siapa pun tentu tidak nyaman jika sedang bekerja direcoki dengan isu-isu terkait penggantinya.

Jika tidak segera dipecah, isu semacam itu akan menggumpal dan mengalihkan perhatian masyarakat sehingga program kerja yang dicanangkan mungkin saja tidak efektif. Terlebih terhadap program-program yang dianggap merugikan jagoannya dan menguntung pihak yang sudah dipersepsikan sebagai lawan.

Sangat mungkin Presiden Jokowi sudah membaca, salah satu potensi muncul kerawanan gangguan itu terkait upaya sistematis untuk menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dari segala arah. 

Salah satu penyebabnya, di samping masih ada kelompok yang tetap tidak mau menerima hasil Pilgub 2017, karena dengungan Anies sebagai calon presiden mendatang sehingga membuat "panik" pihak lain. 

Meski hanya kelompok kecil, namun cara-cara yang digunakan mulai "mengganggu"  dan secara tidak langsung menjadi perekat pendukung Anies untuk melakukan perlawanan balik.

Contohnya ketika politisi PDI Perjuangan Dewi Tanjung memanfaatkan isu banjir untuk menguarkan ketidaksukaannya kepada Anies.  Balai Kota langsung dipenuhi pendukung Anies dengan jumlah berlipat-lipat dari massa yang dibawa Dewi Tanjung.  

Bukan mustahil, jika Dewi Tanjung kembali beraksi, perlawanan dari pendukung militan Anies akan semakin sengit. Sebab bagi pendukung Anies, banjir hanya alat, sebagaimana isu-isu lain, yang terus ditebar haters Anies.

Bukankah kelompok ini sejak hari pertama Anies menduduki kursi nomor satu di DKI, sudah menunjukkan antipati? Dari menolak move on sampai memperkarakan hal-hal remeh semisal rotasi pegawai. Bahkan pengajuan rencana APBD dijadikan panggung politik. 

Padahal pengajuan rancangan anggaran gila-gilaan sudah terjadi setiap tahun sejak gubernur-gubernur sebelumnya. Lucunya, yang memanfaatkan justru pihak yang menjadi bagian dari proses tersebut.

Jokowi, juga Badan Intelijen Negara (BIN) sudah "membaca" hal itu. "Dukungan" terhadap candaan Jokowi yang dilakukan Kepala BIN Budi Gunawan, tentu bukan kebetulan. Kita membacanya sebagai grand design untuk mencegah terjadinya polarisasi yang semakin tajam.

Mengapa Sandiaga Uno? Apakah candaan Jokowi justru bukan  untuk memecah pendukung Anies mengingat keduanya pernah berduet  pentas Pilgub DKI 2017 lalu?

Sebagai sebuah kemungkinan, tentu tidak dinafikan. Tetapi jika benar tujuannya seperti diurai di atas, pendapat demikian tidak memiliki pijakan. Bukankah potensi Anies kembali berduet dengan Sandiaga Uno di level lain, semacam pilpres, masih terbuka bahkan peluangnya lebih besar dibanding kemungkinan mereka akan berhadapan sebagai lawan?

Presiden Jokowi tentu tidak ingin progran pembangunan yang telah dicanangkan diganggu dengan aksi-akasi turun ke jalan seperti di masa pemerintahannya yang pertama. 

Kengototannya menarik Partai Gerindra ke istana, di tengah penolakan dari partai-partai pendukungnya, dapat dibaca sebagai keinginan untuk mendinginkan pentas politik dari isu-isu kontraproduktif karena akhirnya mengganggu program pemerintahannya.

Jika kader-kader PDIP di level bawah dapat membaca hal itu, Jokowi tidak perlu sampai mengeluarkan candaan kepada Sandiaga.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun