Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rekomendasi PDIP Dorong Demokrasi Kembali ke Orde Baru

13 Januari 2020   08:37 Diperbarui: 13 Januari 2020   11:43 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah terkait proses pergantian antar waktu (PAW) yang diganjal ataukah hitung-hitungan politik ke depan, Rakernas PDI Perjungan mengeluarkan rekomendasi  yang berpotensi menjadi titik kemunduran demokrasi. Bahkan kembali ke masa kegelapan Orde Baru.

Sembilan rekomendasi PDIP dihasilkan dalam rapat kerja nasional (Rakernas) di JIExpo Kemayoran, Jakarta selama dua hari di tengah terpaan berita miring perkara suap yang  menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan dua kadernya yakni Harun Masiku dan Agustiani Tio Fridelina.

Bahkan KPK sempat mendatangi kantor DPP PDIP untuk memasang police line karena adanya dugaan keterlibatan pengurus penting  dalam perkara tersebut. Menurut Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, pengurus tersebut  menyuruh Doni, seorang pengacara, mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) terkait pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019.  

Tujuannya agar Harun Masiiku dapat menjadi anggota DPR melalui proses pergantian antar waktu (PAW). Namun meski MA mengabulkan, KPU menolaknya karena menganggap kursi yang diperoleh almarhum Nazarudin Keimas dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I menjadi hak Riezky Aprilia yang memperoleh suara terbesar kedua.

Inti dari uji materi tersebut adalah mengembalikan perolehan suara Pemilu kepada partai. Dengan demikian PAW menjadi hak mutlak partai, termasuk menentukan calonnya.

Sangat mungkin langkah PDIP meniru jejak Mulan Jameela  sebagai pihak pertama yang "merusak" sistem proporsional terbuka. Mulan dan 8 caleg Partai Gerindra menggugat ketentuan peraih suara terbanyak dalam satu daerah pemilihan menjadi pemilik seluruh suara baik yang diperoleh partai maupun caleg lain.

Mulan menggugat ketentuan itu karena di dapilnya, perolehan suara partai lebih besar dari pemilih caleg langsung. Majelis hakim PN Jakarta Selatan menerima gugatan Mulan sehingga seluruh suara yang diperoleh dari dapil tersebut menjadi milik partai. Dengan demikian partai berhak menunjuk pemilik kursi yang didapat. Istri Ahmad Dhani itu pun melenggang ke Senayan. 

Andai saja PDIP menggunakan putusan PN Jakarta Selatan sebagai yurisprudensi, kemungkinan langkahnya lebih mulus karena perolehan suara Riezky Aprilia hanya 44.402, lebih kecil dibanding  perolehan suara partai yakni  145.752 dari total perolehan 265.160 suara.

Kini setelah "dipermalu" KPU dan KPK, PDIP terlihat ingin "membalasnya" melalui rekomendasi yang dihasilkan dalam rakernas yakni mengembalikan Pemilu ke sistem proporsional daftar tertutup seperti di masa Orde Baru. Dengan sistem ini maka pemilih mencoblos gambar partai dan penentuan yang berhak mendapat kursi didasarkan pada nomor urut yang telah ditentukan oleh partai.

Mengingat PDIP adalah partai pemilik suara terbesar di DPR, rekomendasi tersebut sangat mungkin akan terwujud melalui perubahan UU Pemilu mendatang. Jika sudah demikian, maka demokrasi  yang sudah susah payah dibangun selama ini akan runtuh dan kembali ke sistem di mana partai adalah penentu segala-galanya. Tidak ada lagi wakil rakyat karena anggota DPR/DPRD mutlak menjadi wakil partai.

Selain proporsional daftar tertutup, PDIP juga merekomendasikan peningkatan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dari 4 persen menjadi 5 persen untuk DPR, 4 persen untuk DPRD Provinsi dan 3 persen untuk DPRD Kabupaten/Kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun