Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menelisik Hidden Agenda di Balik Tuntutan Romahurmuziy

6 Januari 2020   20:02 Diperbarui: 6 Januari 2020   22:59 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romahurmuziy. Foto: KOMPAS.com/Nabilla Tashandra

Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy (Romy) menuding tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya copypaste dari dakwaan. Jaksa mengesampingkan fakta persidangan karena sudah ada hidden agenda terhadap dirinya.

Pernyataan Romy disampaikan usai sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa menuntut mantan anggota DPR itu dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan karena .

Seperti diketahui, Romy dianggap melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP setelah tertangkap tangan menerima suap yang diduga untuk  mempengaruhi hasil seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama, khususnya jabatan kepala  Kantor Wlayah Kemenag Jawa Timur dan kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

Tudingan Romy adanya agenda tersembunyi dibalik kasus yang menjeratnya bukan saja didasarkan pada tuntutan yang disebut hanya copypaste dakwaan, namun fakta jika posisi sebagai ketum PPP bukan satu-satunya alat untuk dapat mempengaruhi hasil seleksi jabatan di Kemenag. Menurut Romy kedudukannya sebagai anggota DPR Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankkan, juga dapat digunakan.

Romy pun mempertanyakan relevansi dirinya sebagai anggota DPR namun tidak dimasukkan sebagai unsur yang dapat mempengaruhi tindakannya. Penekanan hanya dilakukan dalam kedudukannya sebagai  ketum PPP.

Dari situlah Romy menyimpulkan adanya hidden agenda KPK untuk mengucilkan partai politik, khususnya PPP. Dengan bahasa sederhana, penangkapan dirinya tidak semata terkait kasus korupsi namun ada agenda lain.

Romy pun menyeru kepada mantan koleganya di DPR untuk mengevaluasi proses hukum yang memiliki agenda tersembunyi untuk mendepolitisasi partai politik yang menyangkut jabatan publik.

Benarkah demikian? Mengapa Romy ingin agar kedudukannya sebagai anggota DPR dijadikan alasan untuk mempengaruhi Kemenag?

Pernyataan senada Romy sudah sering berkumandang. Setiap kali ada kader atau pengurus partai yang tertangkap KPK, isu adanya hidden agenda terhadap partai politik mencuat, termasuk saat Presiden PKS (saat itu) Luthfi Hasan Ishaaq dijerat KPK dengan tuduhan menerima suap terkait kuota impor daging sapi.

Beda halnya ketika Ketua Umum Partai Demokrat (saat itu) Anas Urbaningrum yang dijerat KPK di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Isunya bukan depolitisasi parpol, tapi "intervensi" Istana karena Anas dianggap mbalelo terhadap SBY selaku pendiri sekalgus dewan pembina Partai Demokrat .  

Artinya, bisa jadi Romy yang membuat copypaste tudingan terhadap KPK. Romy sepertinya ingin memutus kaitan kasusnya dengan PPP. Romy ingin kasus tersebut terjadi karena pengaruh dirinya sebagai anggota DPR. Dengan demikian PPP tidak akan dikaitkan dengan ulah dirinya.

Jika benar demkian maka kita mengapresiasi sikap gentleman-nya. Romy dibesarkan oleh partai dan sudah selayaknya tidak melibatkan partai dalam kasusnya.

Namun Romy lupa. Kedudukan anggota DPR tidak sebesar itu. Dalam beberapa kasus, seperti ada hukum tidak tertulis, terkait "wilayah garapan". 

Kasus korupsi proyek PLTU Riau 1 yang menjerat Idrus Marham dalam kedudukannya sebagai Plt Ketum Golkar dapat dijadikan contoh pembanding.
Peran Eni Maulani Saragih sebagai anggota Fraksi Partai Golkar di DPR, "hanya" menerima penugasan dari partai untuk mengawal perjalanan proyek PLTU Riau 1- dari pembahasan hingga proses tender,  yang fee-nya sangat mungkin sudah di-deal-kan di tingkat ketum partai.

Tentu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk sampai pada kesimpulan demikian. Tetapi fakta adanya sejumlah ketum partai yang ikut terjerat kasus korupsi dengan pelibatan aggotanya di DPR, termasuk dalam kasus korupsi E-KTP dengan terpidana mantan Ketum  Golkar Setya Novanto, kiranya cukup untuk mengalasi argumen mematahkan tudingan Romy.

Artinya, jika hanya sebagai anggota DPR, kecil kemungkinan Romy dapat mempengaruhi seleksi  jabatan di Kemenag. Terlebih Menteri Agama (saat itu) Lukman Hakim Saifuddin merupakan kader senior PPP. Mungkinkah jika Romy hanya pengurus partai biasa, sekali pun juga anggota DPR, dapat "mengintervensi" Menteri Agama?

Kita justru berharap Romy memberikan teladan dengan membongkar seluruh praktek korupsi di lingkungan di mana dirinya pernah bertugas, termasuk di DPR. Dengan demikian, partai pun akan terimbas sisi positifnya.

Ingat, sekalipun tetap tidak ada pembenaran terhadap tindak korupsi, termasuk di dalamnya suap, tetapi jika mau membongkar kasus lain yang diketahuinya,  tentu juga akan mendapat apresiasi publik.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun