Banjir yang melanda Jakarta, juga beberapa daerah lain, menyisakan pilu dan membuktikan konsep pengendali banjir yang digagas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih kedodoran. Wajar jika kebijakan naturalisasi sungai menuai kritik pedas.
Tetapi apa yang dilakukan politikus Partai Solidaritas Indonesia M. Guntur Romli sungguh sangat disayangkan. Romli diketahui memposting foto selfie (swafoto) Anies bersama Wali Kota Bogor Bima Arya di Bendung Katulampa Bogor, dengan disertai kalimat "'cengar cengir selfie di tengah warga Jakarta yang kebanjiran".
Cuitan itu diposting tanggal 2 Januari 2020 pukul 11.10 AM (sebelum tengah hari). Postingan Romli mendapat beragam komentar miring.
Bahkan Bima Arya langsung menanggapi melalui unggahan foto disertai teks cukup panjang melalui akun Instagram, yang pada intinya menerangkan foto selfie itu dibuat saat Anies melakukan kunjungan kerja ke Katulampa pada 12 Februari 2018, bukan pada saat terjadi banjir pada 1-2 Januari 2020.
Lalu apa kata Romli? Dikutip dari sini, Romli mengatakan tidak bikin hoaks dan tidak mengedit foto tersebut. Narasinya, dimaksudkan sebagai satire untuk meledek pendukung Anies yang menyebar foto hoaks.
Masih menurut Romli, ada pendukung Anies yang menyebar foto tahun 2017 dengan narasi, "tidak diliput media. begini kondisi anies saat tangani banjir Jakarta." Sayangnya Romli tidak menyertakan foto dimaksud dalam cuitannya. Â
Sindiran adalah perkataan atau dalam bentuk gambar yang tidak langsung, atau bahkan mungkin berbeda maksudnya. Dalam kalimat Romli, di mana sindirannya? Caption atau cuitan itu lebih tepat sebagai kalimat hujatan karena menuding Anies dan Bima sedang cengar-cengir di saat warga Jakarta kebanjiran.
Padahal pada saat foto dibuat tidak ada peristiwa banjir di Jakarta. Antara selfie di Bendung Katulampa dengan banjir Jakarta dan sekitarnya adalah dua peristiwa berbeda yang terpisah dalam rentang waktu hampir dua tahun.
Kedua, jika pun benar ada foto seperti yang dimaksud Romli, tidaklah menggugurkan hoaks (bohong) dalam cuitannya. Ibarat mencuri barang curian, tidak lantas menghilangkan statusnya sebagai pencuri.
Ketiga, satire atau sindiran tidak identik, tidak sama, dengan kebohongan. Terlebih lagi, dalam konteks cuitan Romli, hoaks digunakan sebagai bahan hujatan. Â
Kita sangat menyayangkan ulah Romli menyerang Anies- juga Bima Arya, dengan data yang tidak benar. Tidak berdasar realitas yang sebenarnya. Bahwa Romli, dan juga kader-kader PSI lainnya begitu antipati terhadap Anies- sehingga semua hal dikecam, kita pun paham paham.
Bahwa PSI adalah pendukung lawan Anies di kontestasi Pilgub 2017 sehingga menempatkannya sebagai musuh abadi yang wajib diperangi, tidak ada yang melarang karena untuk bisa mengakui kemenangan lawan memang dibutuhkan jiwa yang bersih dan sikap ksatria.
Tetapi mendiskreditkannya dengan hoaks, tentu bukan cerminan seorang politisi. Sebab banyak kasus, hal semacam itu hanya mungkin dilakukan oleh buzzer, pendengung, yang fungsinya memang hanya meramaikan tanpa peduli substansi, apalagi kebenaran.
Jika hendak ditarik korelasinya, sama ketika kader-kader PSI di DPRD DKI Jakarta mendengungkan usulan anggaran sebelum pembahasan. Padahal usulan anggaran fantastis, bahkan tidak masuk akal, hal yang biasa terjadi dalam setiap pembahasan RAPBD, termasuk RAPBN, siapa pun pemimpinnya. Dan adalah sudah menjadi tugas DPR/DPRD untuk membahas usulan anggaran eksekutif dan menjatuh keputusan apakah menyetujui atau menolak.
Mengutip Bima Arya, menebar hoaks di tengah bencana itu menyedihkan. Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H