Apa yang sebenarnya terjadi di Xinjiang, Republik Rakyat China? Pertanyaan itu sekilas aneh mengingat praktek indoktrinasi politik dan pembatasan menjalankan ibadah yang diberlakukan terhadap suku Uighur- sudah berlangsung cukup lama.
Sebagian dari kita baru tersentak setelah muncul pemberitaan adanya dugaan gelontoran dana terhadap ormas keagamaan di Indonesia dengan tujuan agar tidak ikut campur terhadap upaya  "cuci otak" Muslim Uighur.  Â
Sedikitnya ada lima faktor yang mungkin menjadi penyebab mengapa kita tidak banyak mengetahui persoalan yang terjadi di Xinjiang sehingga kemudian bersikap apatis.Â
Pertama, informasi yang kita terima sangat minim. Hal itu terkait dengan ketatnya kontrol atas wilayah Xinjiang yang diberlakukan pemerintah China.
Nyaris tidak akses bagi jurnalis dan pengamat independen. Laporan dari beberapa pihak yang sempat mengunjungi wilayah itu, mungkin dianggap tidak menampilkan kondisi sebenarnya karena kalah oleh propaganda China.
Kedua, China berhasil melokalisasi isu Muslim Uighur dengan menyebutnya sebagai persoalan dalam negeri. Indonesia yang menganut politik bebas aktif menjadi terlihat kikuk. Padahal pelanggaran terhadap kemanusiaan, sebagaimana penjajahan, adalah persoalan universal yang melintasi batas politik. Â
Ketiga, banyak negara yang bergantung kepada China. Saat ini China- bersama Amerika Serikat, merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan menjadi pemberi bantuan utama bagi banyak negara, terutama negara-negara di Afrika, Asia Selatan, dan negara-negara kecil di Kepulauan Pasifik.
Meski hanya menduduki peringkat keempat di bawah Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat sebagai negara pemberi utang kepada Indonesia, namun tren peningkatannya  cukup tinggi.
Berdasarkan data statistik utang luar negeri  yang dirilis Bank Indonesia pada Agustus 2019, utang Indonesia ke China sebesar US$ 16,99 miliar, meningkat sekitar Rp 1 triliun dibanding bulan sebelumnya.
Keempat, menurut laporan The Wall Street Journal yang ditulis Rabu (11/12), China menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam di Indonesia setelah isu Uighur kembali mencuat ke publik pada 2018.
Meski Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah  tegas membantah, tetapi faktanya memang tidak muncul aksi nyata dari ormas-ormas keagamaan di Indonesia terkait persoalan yang dihadapi Muslim Uighur.