Peran "tokoh jahat" ini paling tepat diberikan kepada Fadli Zon karena jelas tidak akan terbaca mengingat sikap kritisnya selama ini. Jika situasinya berbalik, jubir resmi akan melakukan klarifikasi seraya mengatakan hal itu pendapat pribadi Fadli Zon, tidak mewakili sikap partai.
Kedua, dipasang untuk bargaining position sekaligus reserve manakala terjadi perubahan politik semisal pecah konghsi dengan pemerintah. Dalam kondisi normal, Fadli adalah kartu truf Gerindra ketika terjadi tawar-menawar politik.
Jika terjadi perubahan  dratis hingga memaksa Gerindra hengkang dari Istana, maka Fadli Zon adalah pintu daruratnya. Prabowo akan menggunakan lontaran-lontaran kritis Fadli Zon sebagai bukti aspirasi kader Gerindra yang menghendaki koalisi diakhiri sehingga dirinya tetap tegak kala undur dari istana.
Ketiga, untuk kepentingan jangka panjang. Fadli Zon diperlukan Gerindra untuk merawat komunikasi dengan kelompok Islam  "jamaah" Habib Rizieq Shihab yang mendukung Prabowo di Pilpres 2019. Namun mereka langsung  balik arah setelah Prabowo merapat ke Istana .
Meski dalam konteks pemilu, suara kelompok Rizieq Shihab lebih condong memilih PKS, tetapi dalam kontestasi pilkada dan pilpres di mana PKS gagal mengajukan kader, calon yang diusung Gerindra  menjadi alternatif utama.
Kondisi  demikian tentu perlu tetap dirawat dan untuk urusan ini Prabowo hanya percaya pada Fadli Zon.  Kehadirannya  di Reuni 212 di Monas kemarin menjadi alas argumennya . Bukankah mustahil Fadli datang ke acara tersebut tanpa "restu" Prabowo?
Apakah situasi saat ini menjadi penanda telah pudarnya pengaruh Fadli Zon di mata Prabowo ataukah karena ada misi lain memang baru akan diketahu dalam beberapa langkah politik Gerindra ke depan. Tetapi tiga poin itu tidak dapat diabaikan.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H