Pengumuman Kabinet Indonesia Maju (KIM) bukan saja mendapat sambutan negatif pasar modal, namun juga banjir kritik. Jika Kabinet Kerja (KK) bisa bertahan selama 10 bulan sebelum reshuffle pertama, sampai kapan KIM tanpa perubahan?
Gaya lesehan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di tangga Istana Merdeka saat mengumumkan susunan KIM, Rabu pagi, tidak mampu menutupi kekecewaan sejumlah pihak. Bahkan protes itu datang dari dua arah, baik pendukung maupun pihak-pihak selama ini memang sudah berseberangan.
Protes pertama disuarakan nitizen karena hilangnya nama mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Tagar Bu Susi sempat trending di Twitter disertai berbagai macam ungkapan kekecewaan. Bahkan banyak di antaranya yang mengaku "patah hati".
Protes kedua datang dari para ulama Nahdlatul Ulama (NU) terkait penempatan Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi. Â Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU KH Robikin Emhas menyebut pihaknya banyak menerima ungkapan bernada kecewa dari para ulama di berbagai daerah.
Poin kekecewaan terhadap sosok Fachrul Razi diungkap dengan gambalang oleh Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Noor Ahmad. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama itu menyebut ada kekuatiran Kementerian Agama dan juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipegang Nadiem Makarim akan mengambil jalan pragmatis.
Masih dari kalangan pendukung, giliran Ormas Projo yang memberikan reaksi negatif dengan pembubaran organisasi. Ketum Projo Budi Arie Setiadi menyebut Projo sudah tidak dibutuhkan sehingga dirinya dan relawan projo pamit mundur.
Suara keras juga dilontarkan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terhadap pengangkatan dokter Terawan Agus Purwanto. Penyebabnya Terawan disebut masih diberi sanksi oleh MKEK terkait terapi "cuci otak" yang dipraktekkan karena belum teruji.
Dokter Terawan sudah membantah adanya sanksi tersebut karena saat itu dirinya dokter militer yang terikat dengan hukum militer, bukan sipil. Â
Protes juga muncul dari kalangan partai pengusung, meski hal ini bukan baru. Ketua Umum PKB Muhaimin menyebut pihaknya berharap mendapat 6 kursi namun ternyata hanya diberi 3 menteri.
Sedang Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, meski mengizinkan kadernya masuk kabinet, namun tetap melakukan manuver politik yang bisa dimaknai sebagai bentuk protes. Terlebih karena sebelumnya memang menentang keras bergabungnya Partai Gerindra ke dalam kabinet yang diberi karpet merah oleh PDIP.
Menarik mencermati dinamika yang muncul usai pengumuman anggota KIM. Hal ini berbeda jauh dengan saat diumumkannya susunan KK tahun 2014 lalu. Bukan hanya gagal memenuhi ekspektasi publik namun juga menimbulkan kegaduhan baru yang sejak awal sepertinya ingin dihindari Jokowi.