Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berharap Prabowo Tidak Jadi Kuda Troya

21 Oktober 2019   21:30 Diperbarui: 21 Oktober 2019   21:47 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masuknya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke dalam Kabinet Joko Widodo -- Ma'ruf Amin menerbitkan harapan sekaligus kecemasan. Jika tidak dikelola dengan baik, bukan mustahil akan melahirkan ketegangan politik baru.

Ditilik dari pernyataan Prabowo usai menghadap Presiden Jokowi, sudah bisa dipastikan posisi yang akan diemban di bidang pertahanan. Namun apakah di Menko Pohukam atau Menteri Pertahanan, masih teka-teki.

Sebab jika menuruti keinginan Jokowi, maka Prabowo duduk di kursi Menko Polhukam. Tetapi jika didasarkan pada keinginan membangun sistem pertahanan yang mumpuni, menjadi macan Asia seperti di masa Soekarno dan Soeharto, sangat mungkin Prabowo meminta kursi Menteri Pertahanan.

Meski secara hierarki posisi menko lebih tinggi, namun pengambilan kebijakan ada di tangan menteri. Menko hanya dirigen- pengatur irama, bukan peniup flute atau penggesek biola. Karena alasan itulah maka Jokowi menawarkan kursi menko dengan tujuan- antara lain, agar Prabowo cukup menjadi  penyelaras irama pertahanan, bukan eksekutor.

Terlebih Menteri Pertahanan adalah triumvirat, bersama Menteri Dalam Negeri dan Luar Negeri.  Dalam kondisi kekosongan jabatan presiden dan wakil presiden, maka kekuasaan pemerintahan dipegang oleh ketiga menteri tersebut.

Keputusan akhir akan sangat menentukan apakah Jokowi akan bisa "mengendalikan" Prabowo untuk mewujudkan visi-misinya ataukah justru sebaliknya. Bahkan yang paling menguatirkan jika Prabowo akan bertindak sebagai Kuda Troya.

Kekuatiran itu layak dikemukakan mengingat persaingan yang begitu ketat antara Prabowo dengan Jokowi di dua kontestasi elektoral sebelumnya. Di samping ambisi politiknya, dan keinginan untuk memajukan Partai Gerindra, jangan lupa Prabowo juga memiliki "utang" kepada para pendukung setianya yang telah "berdarah-darah" selama dua kali gelaran pilpres.

Hal paling minimal yang dilakukan Prabowo  adalah mengisi jabatan-jabatan strategis di lingkungan kementerian yang dipimpin dengan orang-orang terdekatnya. Sesuatu yang sangat lumrah, namun menjadi berbahaya jika digunakan untuk tujuan lain.

Masuknya orang-orang Gerindra, setidaknya yang dekat dengan Prabowo, di dua kementerian yakni pertahanan dan pertanian, bisa memicu pengelompokkan kekuatan karena partai-partai lain yang memiliki kursi di kabinet tentu juga akan melakukan hal yang sama dengan dalih perimbangan kekuatan.

Terlebih masuknya Gerindra ke kabinet tidak mulus. Partai Nasdem dan PKB sangat menentang, namun kalah suara karena PDIP- dengan sokongan Golkar, menghendaki. Situasi bisa menjadi "liar" jika Nasdem menolak bergabung ke kabinet.

Sudah ada dua titik simpul yang kian memperbesar kemungkinan itu. Pertama, pengunduran diri Viktor Bungtilu Laiskodat dari jabatan menteri yang menjadi jatah Nasdem. Gubernur  Nusa Tenggara Timur itu beralasan rakyat di daerah menolak ditinggal dirinya.

Kedua, pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang mengaku belum diajak berbicara soal postur kabinet, termasuk jatah menteri untuk partainya. Bos Media Group itu mengisyarakatkan partainya siap menjadi oposisi.

Jika Nasdem di luar kabinet, sementara di dalam Istana terjadi kubu-kubuan, situasi politik ke depan sudah bisa diprediksi dari sekarang. Jangankan berbicara koalisi di Pipres 2024, bisa memastikan perahu kabinet tidak goyah sehingga Gerindra tetap di berada Istana, sudah merupakan hal luar biasa.

Tentu kita tidak boleh terlalu pesimis dan curiga. Tetapi mengabaikan fakta-fakta tersebut tentu juga tidak bijak karena jika sudah membesar, maka sulit dipadamkan.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun