Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menunggu Susi Pudjiastuti Baru

20 Oktober 2019   18:11 Diperbarui: 20 Oktober 2019   18:19 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehebohan sosok Susi Pudjiastuti meruntuhkan kesakrakaral acara pengumuman anggota Kabinet Kerja Joko Widodo -- Jusuf Kalla, 5 tahun silam. Rokok, tato dan pendidikannya yang hanya tamat SMP, bukan hanya menjadi headline media, namun juga topik pembicaraan di ruang-ruang publik.

Susi menjadi daya tarik karena memiliki 3 kelemahan itu. Perempuan merokok di tempat umum, terlebih di lingkungan Istana yang sangat steril, bukan contoh yang baik. Ditambah tato di kaki. 

Bukan rahasia lagi, tato- terlebih pada tubuh seorang perempuan, masih menjadi "cermin" perilaku negatif di mata sebagian besar masyarakat.

Sementara bagi sebagian lainnya, pendidikan identik dengan prestise. Penghargaan terhadap gelar (akademik) masih menjadi budaya. Tidak mengherankan jika ada pejabat yang tampak tidak senang saat namanya ditulis tanpa menyertakan gelarnya.

Namun sejarah kemudian mencatat, Susi termasuk menteri Kabinet Kerja yang berhasil. Susi yang dibesarkan dari lingkungan pelabuhan perikanan mampu mengemban tugas sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. 

Jargon "tenggelamkan" yang awalnya ditujukan untuk kapal-kapal pencuri ikan, begitu fenomenal.  

Tentu bukan tanpa tantangan. Pelarangan penggunaan cantrang mendapat perlawanan hebat khususnya dari nelayan di pesisir Jawa baik utara maupun selatan. Terlebih perlawanan tersebut mendapat sokongan Partai Kebangkitan Bangsa melalui ormas Gerbang Tani dan Nelayan.

Di awal 2019, Presiden Jokowi terpaksa memenuhi permintaan nelayan yang ngelurug ke Istana. Dengan nada tertahan, Susi menemui nelayan yang tengah berdemo untuk mengumumkan moratorium larangan penggunaan cantrang.

Tetapi "cacat" itu tidak mengurangi prestasi lain yang telah digelorakan dan direalisasikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan relatif bersih dari isu-isu korupsi dan kolusi. 

Tidak mengherankan jika banyak yang berharap, Presiden Jokowi masih memberi kepercayaan kepada bos maskapai penerbangan Susi Air ini.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun