Joko Widodo dengan Presiden keempat KH Abdurahman Wahid (Gus Dur). Mana yang lebih tepat?
Rentetan unjuk rasa berujung kerusuhan yang terjadi di tanah Papua sebagai buntut aksi pengepungan dan ujaran rasis di asrama Mahasiswa Papua, dapat menjadi pembanding pola pendekatan yang dilakukan PresidenSebelum menjawab, mari kita telisik beberapa hal menarik yang terjadi usai geger Papua.
Pertama, sejumlah tokoh Papua, termasuk anggota DPD Papua terpilih Yorrys Raweyai, menggelar pertemuan dengan Yenny Wahid. Mereka meminta putri Gus Dur tersebut ikut meredam gejolak di Papua.
Bahkan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara terang-terangan menyarankan pemerintah menunjuk keluarga Gus Dur sebagai juru runding masalah Papua.
Permintaan tersebut bukan tanpa alasan. Saat menjadi Presiden, Gus Dur melakukan pendekatan tidak biasa terhadap Papua.
Salah satu yang paling dikenang adalah ketika mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua dan memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora yang dianggapnya hanya sebagai umbul-umbul/identitas kedaerahan, bukan lambang kemerdekaan.
Gus Dur juga membantu pendanaan Kongres Rakyat Papua. Langkah itu dianggap nyeleneh, bahkan dikira menyetujui kegiatan separatisme.
Pada suatu kesempatan Manuel Kaisiepo (Menteri Negara Percepatan Kawasan Timur Indonesia era Presiden Megawati Soekarnoputri), menjelaskan hal itu dilakukan Gus Dur sebagai upaya membangun kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah.
Kedua, kerusuhan yang terjadi dengan eskalasi cukup luas seakan menafikan seluruh upaya yang telah dilakukan Presiden Jokowi, terutama dalam hal membangun infrastruktur di Papua. Massa merusak dan membakar sejumlah fasilitas pemerintah.
Masyarakat setempat seperti langsung "melupakan" Jokowi yang sudah wara-wiri ke Papua dan mereka pilih di Pilpres 2019. Jangan lupa, pasangan Jokowi --KH Ma'ruf Amin menang sangat tebal, sekitar 90 persen di Papua. Antara kerusuhan dengan ketokohan Jokowi seolah berjarak.
Jokowi pun mengaku bingung mengapa masyarakat Papua memberi penilaian yang berbeda antara dirinya dan pemerintah pusat. Seolah Papua hanya mau mendukung Jokowi tetapi tetap "memusuhi" Jakarta.