Nama Yenti Garnasih mencuat setelah Presiden Joko Widodo meyebut Jaksa Agung mendatang bukan dari kader partai politik. Namun peluangnya bisa mendadak lenyap jika pakar bidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersebut gagal menghasilkan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kredibel.
Sorotan terhadap Yenti Garnasih selaku Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK semakin tajam setelah meloloskan 20 kandidat yang didominasi anggota kepolisian. Ada empat jenderal polisi yang lolos. Unggul satu kandidat dibanding Kejaksaan.
Di sisi lain, dua komisioner KPK yang kembali ikut seleksi untuk periode 2019-2023, yakni Basaria Panjaitan dan Laode M. Syarif, gugur sehingga hanya menyisakan Alexander Marwata. Sedang Saut Situmorang dan Ketua KPK Agus Rahadjo sejak awal tidak mengikuti seleksi.
Awalnya sorotan hanya datang dari KPK, Indonesia Corruption Watch dan Koalisi Kawal Capim KPK terkait rekam jejak sejumlah nama yang lolos seleksi, termasuk belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terbaru ke KPK.
Belakangan "serangan" kian mengerucut kepada nama-nama tertentu, terutama Irjen Firli Bauri yang kini menjabat Kapolda Sumatera Selatan. Firli sendiri bukan nama asing di lingkungan KPK karena pernah menjabat Direktur Penindakan KPK.
Persoalannya, Firli dicap pernah melanggar kode etik ketika menemui Gubernur Nusa Tenggara Barat (saat itu) Zainul Madji atau Tuan Guru Bajang (TGB) pada 13 Mei 2018. Padahal saat itu KPK tengah melakukan penyelidikan kasus divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara yang dikait-kaitkan dengan TGB.
Firli sudah membantah dirinya melanggar kode etik, dan sudah diputuskan oleh seluruh pimpinan KPK. Pada saat kasus itu mencuat, Ketua KPK juga pernah mengatakan kepergian Firli ke NTB, termasuk bermain tenis, sudah seizin dirinya.
Namun belakangan, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut, pimpinan KPK tidak pernah menyatakan apalagi memutuskan tidak ada pelanggaran etik oleh Firli,
Persoalan menjadi serius ketika rekam jejak Yenti ikut disibak. Yenti disebut memiliki konflik kepentingan dengan kepolisian karena pernah menjadi tenaga ahli Bareskrim dan Lemdikpol Polri.
Yenti sudah membantah hal itu. Menurutnya, hubungan dengan kepolisian hanya sebatas sebagai tenaga pengajar sejumlah program pendidikan. Hal yang juga dilakukan dengan lembaga lain seperti Kejaksaan, Pajak, dan Bea Cukai untuk tindak pidana pencucian uang.
Tetapi bantahan Yenti tidak melerai kegaduhan. Sinta Nuriyah Wahid, istri mendiang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, tegas menyebut proses seleksi capim KPK bermasalah. Bahkan anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Syafii Ma'arif ikut mengingatkan Pansel Capim KPK agar memberikan data yang benar kepada Presiden. Â