Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kabinet Jokowi-JK Sudah Demisioner?

15 Agustus 2019   13:26 Diperbarui: 16 Agustus 2019   11:50 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (setkab.go.id/Jay/PR)

"Secara umum, kabinet berada dalam kondisi demisioner setelah presiden baru dilantik sampai dengan pelantikan anggota kabinet baru." 

Masa kerja kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla masih sekitar dua bulan lagi yakni sampai 20 Oktober 2019. Tetapi Presiden Jokowi telah mengeluarkan perintah agar kementerian, lembaga, badan, bahkan BUMN tidak mengeluarkan kebijakan strategis, termasuk merombak jajaran direksi. Perintah tersebut dikeluarkan dalam sidang kabinet beberapa waktu

Seperti diketahui saat ini Jokowi tengah menyeleksi nama-nama yang akan menjadi anggota kabinet periode kedua bersama Ma'ruf Amin. Bahkan komposisinya sudah disebutkan yakni 55 persen berlatarbelakang profesional, dan sisanya dari kalangan partai pendukung. Kemungkinan akan ada kementerian baru dan juga anggota kabinet berusia di bawah 30 tahun.

Perintah Presiden Jokowi cukup menarik mengingat masih tersisa sekitar 66 hari sebelum masa tugas Kabinet Kerja berakhir. Perintah Presiden Jokowi memang tidak berarti telah mendemisioner kabinetnya. 

Apalagi para pembantunya belum mengembalikan mandat dan masih bekerja seperti biasanya. Sementara pengertian demisioner adalah kondisi di mana pejabat bersangkutan telah mengembalikan mandat tetapi penggantinya belum dilantik.

Secara umum, kabinet berada dalam kondisi demisioner setelah presiden baru dilantik sampai dengan pelantikan anggota kabinet baru. Durasinya hanya beberapa jam dan masih di hari yang sama dengan pelantikan presiden. Biasanya presiden dilantik pagi hari dan sorenya langsung mengumumkan kabinet yang baru.

Tetapi larangan mengambil keputusan atau membuat kebijakan strategis, dapat juga dipahami sebagai kondisi telah demisioner. Terlebih Jokowi tidak menafikan kemungkinan mengumumkan kabinetnya lebih cepat dari tanggal 20 Oktober.

Presiden Joko Widodo. Foto: KOMPAS.com/ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo. Foto: KOMPAS.com/ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Harus dipahami, tugas utama pucuk pimpinan kementerian atau lembaga adalah pembuat kebijakan (policy maker). Jika hal itu dilarang, maka tidak ada bedanya kekuasaannya atau tugasnya telah ditiadakan alias demisioner.

Pengertian "strategis" juga sangat bias, tergantung kepentingannya. Kebijakan impor bisa dimaknai strategis jika hal itu baru pertama kali dilakukan. Tetapi jika sudah rutin, apakah masih dianggap (kebijakan) strategis?

Bagaimana dengan pergantian pejabat Eselon I di lingkungan kementerian atau lembaga? Jika karena yang bersangkutan telah memasuki masa purna tugas sehingga harus ada penggantinya, apakah pergantian tersebut termasuk kebijakan yang dilarang karena posisinya strategis?

Hal-hal demikian itu terbuka kemungkinan akan terjadi dalam rentang dua bulan ke depan. Sebagai contoh, saat ini sejumlah BUMN sektor perbankkan berstatus go public (Tbk) telah merencanakan menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) yang tentunya akan mengambil keputusan strategis terkait dewan direksi.

Sebagai pemegang saham mayoritas, pemerintah tentu sangat berkepentingan dengan sosok yang akan duduk di posisi tersebut. Dengan adanya larangan mengambil keputusan strategis, apakah RUPS akan diundur Bank Mandiri, BNI, BPT dan lainnya akan diundur?

Baik Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan maupun Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko tegas menyebut Menteri BUMN Rini Soemarno harus mematuhi instruksi presiden. Bahkan Moeldoko menyinggung soal moral obligation.

Tetapi bagaimana solusinya karena perusahaan-perusahaan tersebut juga berhadapan dengan pasar? Sekali pun semua paham adanya perintah Presiden, tetapi sepanjang belum dituangkan dalam keputusan resmi, pengunduran RUPS tetap akan dipenuhi spekulasi yang mungkin saja berdampak pada kinerja perseroan.

Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah landasan hukum atas keputusan Presiden dalam rapat kabinet sehingga tidak memiliki tafsir beragam apalagi sampai menimbulkan sikap saling "curiga" antar anggota kabinet.

Bahkan mengingat sejumlah menteri akan segera dilantik menjadi anggota DPR, termasuk Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, sebaiknya Presiden mempercepat reshuffle dan memerintahkan pembantunya untuk segera menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi target periode saat ini sehingga tidak membebani kabinet mendatang.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun