Muhaimin pun menolak menyerah. Dengan dukungan PBNU dan PPP, Muhaimin lantas "memaksa" Jokowi mengganti cawapresnya, dari Mahfud MD menjadi Ma'ruf Amin.Â
Hal serupa kemungkinan  akan dilakukan Muhaimin jika ambisinya menduduki kursi ketua MPR terganjal. Muhaimin akan bersikap frontal dengan memainkan isu dukungan atau bahkan mengancam bergabung dengan kubu oposisi. Meski mungkin tetap tidak bisa mengalahkan paket yang diajukan kubu pemerintah, tetapi dampaknya bisa merembet hingga keluar gedung parlemen.
Untuk menghindari hal itu, sedikitnya ada dua opsi yang dapat dipilih kubu pemerintah. Pertama, mengajukan paket pimpinan MPR dengan ketua Airlangga dan membarter ambisi Muhaimin dengan dengan menambah jumlah kursi PKB di kabinet, termasuk menteri koordinator.
Opsi ini paling realistis. Namun berpotensi mengubah konfigurasi kabinet Jokowi -- Ma'ruf. Jokowi kehilangan peluang untuk memperbanyak menyeimbangkan komposisi anggota kabinet karena partai-partai lain, terutama Nasdem dan PDIP, tentu juga akan meminta tambahan jatah menteri sehingga akhirnya kabinet didominasi kader partai, bukan kalangan profesional.
Kedua, mengambil calon netral yaklni dari DPD. Terlebih DPD memiliki jumlah anggota terbanyak di MPR yakni 136 kursi. Terlebih selama ini belum pernah ada anggota DPD yang menjadi ketua MPR.
Meski tidak ada jaminan suara DPD akan utuh mengingkat mereka tidak terikat komando sebagaimana anggota parlemen dari partai politik, tetapi sepanjang kubu pemerintah solid, kemenangan sudah dapat dipastikan karena hanya membutuhkan tambahan 8 suara DPD.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H