Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI. Keberadaannya melengkapi 2 kebijakan sebelumnya yang paling dikaitkan dengan Orde Baru.
Terbitnya Perpres Nomor 37 Tahun 2019 yang diteken Presiden Jokowi tanggal 12 Juni 2019 yang mengatur kedudukan dan hak prajurit dalam penugasan di suatu kementerian atau lembaga seolah merupakan jawaban atas penumpukan perwira tanpa jabatan fungsional di lingkungan TNI.Â
Dengan adanya PP tersebut, maka para jenderal bintang satu dan dua, mendapat kesempatan menduduki jabatan fungsional ahli utama di lembaga atau organisasi di luar TNI tanpa harus mengundurrkan diri. Sedang untuk perwira pertama dari Letnan Dua hingga Kapten, diberi kesempatan menduduki jabatan fungsional ketrampilan
Itu sebabnya pemerintah menepis anggapan Perpres 37/2019 sebagai neo-dwifungsi ABRI (kini TNI). Menteri Koordinator Bidang KemaritimanLuhut Binsar Pandjaitan menegaskan tidak ada rencana untuk mengembalikan dwifungsi ABRI.Â
Hal senada dikatakan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Menurutnya, penempatan anggota TNI di lembaga sipil tersebut berbeda dengan dwifungsi ABRI. Alasannya, dwifungsi ABRI merupakan bentuk kekaryaan alias penugasan, sementara kebijakan saat ini didasarkan pada profesionalisme.
Bantahan pemerintah tidak serta merta dapat menghilangkan prasangka akan kembalinya dwifungsi ABRI yang menjadi ciri utama rezim Orde Baru (Orba). Sebab Perpres 37/2019 justru berpotensi maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur berdasarkan pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebagaimana diungkap anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu.
Jika di dalam UU 34/2004 anggota TNI hanya dibolehkan mengisi 10 institusi dan berdasarkan permintaan kementerian/lembaga sipil serta wajib mundur, maka di Perpres 37/2019, anggota TNI yang ditugaskan pada jabatan fungsional tetap bisa kembali ke induk kesatuan karena memang tidak ada keharusan mengundurkan diri.
Perpres 37/2019 juga "menabrak" UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta pasal 155 sampai 158 PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipi yang secara tegas melarang anggota TNI aktif masuk ke wilayah sipil. Bahkan sejak mengikuti seleksi jabatan sudah harus sudah mundur dan jika gagal tidak bisa kembali menjadi anggota TNI.
Terkait profesionalisme yang dimaksud Menhan, juga masih perlu dipertanyakan. Bukan pada kemampuan yang dimiliki, tetapi lebih pada jiwa militernya. Kemungkinan sulit bagi prajurit TNI untuk lepas dari garis komando sekali pun disebutkan dalam Perpres 37/2019 prajurit yang menduduki jabatan fungsional bertanggung jawab kepada pimpinan lembaga/organisasi di mana ditempatkan.
Jika keluarnya PP 37/2019 murni hanya untuk mengatasi penumpukan perwira yang tidak memiliki jabatan struktural di tubuh TNI, bukan didasari semangat mengembalikan dwifungsi ABRI, tetap saja sangat disayangkan. Sebab masih ada opsi lain yakni menambah jabatan struktural di lingkungan TNI dan yang paling ekstrem, menawarkan pensiun dini dengan imbalan jabatan di tempat lain.