Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mengapa Menolak TGPF Kerusuhan Mei?

14 Juni 2019   09:21 Diperbarui: 15 Juni 2019   08:06 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Galibnya peristiwa besar, kerusuhan yang terjadi sepanjang 21-23 Mei 2019 menimbulkan spekulasi beragam dan dugaan keterlibatan banyak pihak. 

Berangkat dari pemahaman itu, maka perlu dilakukan penyelidikan secara komprehensif, transparan dan berkeadilan bukan hanya terhadap terduga pelaku namun prosedur pengamanan baik sebelum, saat, maupun sesudah terjadi kerusuhan.

Mengingat kompleksitasnya, tidak berlebihan jika dalam pengungkapan kasus-kasus besar diperlukan tim independen. Demikian juga dalam kasus kerusuhan 22 Mei. Tanpa menafikan kerja keras pihak kepolisian, tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen perlu dibentuk karena beberapa hal.

Pertama, kerusuhan terjadi cukup masif, bahkan sempat menjadi trigger kerusuhan di daerah lain yakni Madura dengan terjadinya aksi pembakaran Mapolsek Tambelangan Sampang, Jawa Timur.   

Kedua, jatuhnya korban jiwa sebanyak 9 orang. Meski ada dugaan korban adalah pelaku kerusuhan, tetapi bukan berarti pelaku atau pihak-pihak yang terllibat penghilangan nyawa orang lain, terbebas dari jerat hukum. 

Bukankah penganiaya, terlebih pembunuh, pelaku tindak kriminalitas juga tetap dimintai pertanggungjawaban hukum, terkecuali dilakukan oleh aparat penegakan hukum dalam sesuai dan kondisi tertentu.

Ketiga, adanya fakta seperti disampaikan pihak kepolisian dan Komans HAM,  terdapat korban meninggal akibat terkena peluru tajam. 

Publik, terutama para penggiat demokrasi dan HAM, tentu ingin mengetahui motifnya dan menuntut pertanggungjawaban pihak yang telah menggunakan peluru tajam.

Terlebih, sesuai perintah Kapolri dan juga Panglima TNI, aparat keamanan yang terlibat dalam pengamanan aksi unjuk rasa pendukung Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahudin Uno yang menolak keputusan KPU menetapkan pasangan Joko Widodo -- Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019, tidak dibekali dengan peluru tajam.

Dengan demikian, bisa dipastikan pelaku penembakan dengan menggunakan peluru tajam bukan berasal dari aparat keamanan, baik anggota kepolisian maupun TNI, yang bertugas menjaga aksi demo tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun