Mempertanyakan status BW sebagai Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan status Denny Indrayana sebagai Aparatur Sipil Negara seperti dilakukan Ade Irfan Pulungan, Direktur Hukum dan Advokasi TKN dan juga tim hukum Jokowi -- Ma'ruf, sangat tidak elok.Â
Di samping keduanya tentu sudah melakukan antisipasi terkait hal tersebut, Irfan Pulungan mungkin lupa dalam konteks ini yang perlu disoal adalah fakta-fakta hukum terkait kedua paslon dalam kontestasi pilpres, bukan "pembawa pesannya".
Para penggiat demokrasi dan hukum tentu ingin melihat pertarungan di ruang sidang MK yang jika melihat tim hukum kedua kubu, terutama BW dan Yusril, yang mungkin akan sangat menarik. Fakta-fakta hukum yang disuguhkan dapat menjadi pembelajaran, terlepas putusannya. Â
Oleh karenanya kita berharap kedua kubu, terutama  tim hukumnya, tetap fokus pada materi gugatan dan fakta-fakta hukum. Jangan nodai proses hukum yang sudah menjadi ketentuan perundang-undangan, dikotori dengan hal-hal yang bersifat pribadi.  Â
Kita pun berharap tidak ada skenario di luar proses hukum. Â Tidak ada tekanan dan pengerahan massa yang dapat mempengaruhi putusan hakim MK. Pendukung Prabowo harus benar-benar menjauhi gedung MK.
Mereka harus belajar dari kasus 21-22 Mei. Demo yang mereka lakukan sama sekali tidak sampai pada tujuan, tidak menghasilkan apa-apa karena suara yang disampaikan tertutup narasi kerusuhan.
Jika sampai di MK ada pengerahan massa dan kembali ada "tangan tak terlihat" yang mendesain kericuhan, maka bisa dipastikan esensi gugatan yang tergelar di ruang sidang menjadi senyap, kalah gema dibanding narasi kerusuhan.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H