Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik pengungkapan dalang kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang menewaskan 9 orang. Fadli menilai seharusnya pemerintah terlebih dahulu membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF).
Usulan senada sempat dilontarkan Anggota Fraksi PKS Aboe Bakar Al-Habsyi. Saat peripurna DPR, Aboe Bakar mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk mengungkap kerusuhan yang terjadi tanggal 21-22 Mei usai aksi demo pendukung Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno yang menolak keputusan KPU menetapkan pasangan Joko Widodo -- Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019.
Benarkah perlu dibentuk TGPF kerusuhan Mei 2019? Â
Konstruksi kerusuhan  yang terjadi di beberapa titik di Jakarta, terutama di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat tersebut sebenarnya sudah terang-benderang. Baik pihak kepolisian maupun pendukung Prabowo telah sepakat pelaku kerusuhan bukan peserta demo yang memprotes keputusan KPU.
Jika berangkat titik ini, maka tidak perlu ada TGPF karena pelaku kerusuhan dan korbannya sudah jelas. Mengenai siapa yang menjadi dalang kerusuhan dan sebab-akibat jatuhnya 9 korban meninggal, menjadi domain penegak hukum. Â Keberadaan TPGF justru akan "menghambat" proses hukum terhadap dalang dan pelaku kerusuhan.
Tetapi kita tidak bisa menafikan adanya balutan kepentingan lain di balik kasus tersebut sehingga ada beberapa titik yang menjadi abu-abu, bahkan gelap. Salah satunya terkait peluru tajam yang menewaskan salah satu korban. Siapa pemilik peluru tersebut? Benarkah ditembakkan dari senjata api yang telah disita kepolisian ataukah ada pelaku lain yang belum teridentifikasi pihak kepolisian.
Kedua, terkait isu ancaman pembunuhan terhadap pejabat pemerintah. Benarkah kelompok perusuh- yang dalam jumpa pers di Kemenko Polhukam secara implisit disebut didalangi Kivlan Zen dan didanai Habil Marati, memiliki rencana untuk membunuh Menko Polhukam Wiranto, Kepala BIN Budi Gunawan dan lain-lain?
Pembuktian terhadp hal ini harus disertai second opinion di luar kepolisian karena masih ada pihak, termasuk Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, yang sempat meragukan adanya ancaman tersebut.
Ketiga, benarkah mereka berencana untuk makar? Makar adalah tuduhan yang sangat serius dan pelakunya diancam dengan hukuman mati. Oleh karena harus ada kesepakatan pemahaman terhadap istilah makar- sebuah kata yang di masa orde baru menjadi andalan pemerintah untuk membungkam kritik, agar tidak bias, apalagi dimaksudkan untuk tujuan di luar penegakan hukum. Bukankah ancaman pembunuhan terhadap satu-dua pejabat negara belum tentu bertujuan untuk mengganti pemerintahan secara inkonstitusional?
Keempat, kerusuhan yang terjadi pasca demo pendukung Prabowo -- Sandiaga, sangat mungkin berkelindan dengan kepentingan politik. Harus ada tim independen yang menginvestigasi hubungan tersebut agar menjadi jelas. Sebab, jika kita sepakat ada balutan kepentingan politik dibalik aksi rusuh tersebut, maka penyelesaian sisi politiknya menjadi domain pihak lain di luar penegak hukum.
Kelima, kemungkinan adanya pelanggaran HAM. Pembentukan TGPF menjadi multak diperlukan jika hasil investigasi yang saat ini tengah dilakukan Komnas HAM mengindikasikan adanya pelanggaran tersebut. Â Â Â Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H