Ketiga, kita menghormati sikap politik kubu Prabowo, namun kita menentang jika penolakan tersebut dijadikan alat legitimasi untuk melakukan tindakan lain yang inkonstitusional.
Keempat, mendesak kubu Jokowi untuk mendorong upaya rekonsialiasi politik secara lebih nyata. Di tengah situasi saat ini, rekonsiliasl politik di level elit jauh lebih penting dibanding pendekatan hukum. Jangan sampai upaya penegakan hukum justru menjadi cermin arogansi kekuasaan. Akan sangat berbahaya manakala masyarakat sampai pada titik tidak lagi percaya kepada instrumen hukum. Â
Kelima, menyeru kepada penyelenggara pemilu (KPU, juga Bawaslu) untuk lebih transparan dan cermat dalam melaksanakan tugas yang diemban. Jangan lagi menggunakan dalih-dalih nonteknis dalam rangka menutupi ketidakcermatan kinerjanya. Alasan lelah saat terjadi kesalahan dalam entry data sulit diterima karena mestinya sejak awal KPU sudah memahami tupoksinya sehingga seharusnya sudah menyiapkan personel yang cukup, cakap, handal dan profesional. Terjadinya human error yang berulang hanya akan menguatkan dugaan adanya "kesalahan yang didesain".
Jika kita memprotes tugas KPU akibat keteledoran-keteledoran tersebut, bukan berarti menafikan tugas mulia yang sudah dilaksanakan. Komisioner KPU dan anggota Bawaslu adalah pejabat yang digaji oleh negara untuk menyelenggarakan pemilu, termasuk pilpres, secara adil, jujur dan bermartabat. Wajar jika masyarakat menuntut profesionalitasnya.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H