Menjelang rekapitulasi manual dan keputusan KPU terhadap hasil Pilpres 2019 tanggal 22 Mei mendatang, suhu politik kian memanas. Seruan people power jika KPU menetapkan pasangan Joko Widodo -- Mar'ruf Amin sebagai pemenang, mulai mendapat tanggapan serius sejumlah pihak.
Salah satunya disampaikan mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) AM Hendropriyono. Bukan hanya mengecam, Hendropriyono juga memperingatkan sejumlah WNI keturunan Arab termasuk Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab dan Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak, agar tidak menjadi provokator yang menyeru people power.
Hendropriyono mungkin hanya mengekspresikan kegusarannya melihat kian masifnya seruan people power. Terlebih sepertinya seruan tersebut mendapat dukungan dari sebagian masyarakat. Bahkan Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto menyebut jika provokasi ini terus berlangsung maka akan menyulut unjuk rasa bahkan penyerangan terhadap kantor penyelenggara pemilu.
Tetapi pernyataan Hendropriyono menjadi kontroversial karena dianggap SARA. Meski mengakui banyak keturunan Arab yang baik, namun menyebut sebagian lainnya sebagai provokator tidaklah bijak, bahkan sangat tendensius. Mengapa tidak cukup hanya menyebut nama saja tanpa mengaitkan dengan latar-belakang kesukuannya?
Pernyataan Hendropriyono sangat berbahaya karena akan menjadi pembenar politik identitas yang sebelumnya sudah marak namun selalu diingkari. Dengan adanya pernyataan mantan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia itu, maka penyebutan identitas kesukuan dan mungkin agama akan mendapat pembenaran.
Jika Hendropriyono dianggap mendiskreditkan keturunan Arab, bukan mustahil akan muncul tokoh lain dengan pernyataan yang mendiskreditkan satu kaum lainya, atau mengaitkan identitas kaumnya seperti WNI keturunan Tionghoa, India, dan lain-lain.
Benar, mengaitkan perilaku seseorang dengan kesukuannya bukan hal baru. Selama ini juga sudah banyak pihak-pihak yang mendiskreditkan kaum lain. Tetapi Hendropriyono mantan pejabat di era ini dan partainya menjadi pendukung sekaligus pengusung Presiden Joko Widodo sehingga statemennya akan dianggap sebagai "cerminan" sikap penguasa.
Pernyataan Hendropriyono juga akan kian menguatkan polarisasi kekuatan antara kubu pro pemerintah dan pro oposisi sehingga berpotensi memicu ledakan massa.Â
Kita sangat menyayangkan pernyataan Hendropriyono karena mestinya pihak-pihak yang memiliki kekuasaan, atau minimal dekat dengan penguasa, dapat menahan diri sambil terus melakukan upaya preventif terhadap hal-hal yang diseru oposisi. Bukan malah ikutan menyerang dengan bahasa yang sama.
Keragaman bangsa Indonesia kini benar-benar tengah diuji. Sebab pernyataan Hendropriyono ibarat membuka kotak pandora yang selama ini ditabukan. Suara perbedaan akan lebih mendominasi ruang-ruang publik dibanding ajakan kebersamaan dan tidak akan selesai usai penetapan hasil Pilpres 2019.
Siapa yang salah? Di saat seperti ini bangsa Indonesia membutuhkan sosok yang mampu menjadi jembatan semua pihak, mengayomi seluruh warga bangsa tanpa membeda-bedakan aliran politik dan identitas di belakangnya. Bukan tokoh yang mudah menguar perbedaan, terlebih dengan tendensi negatif.Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H