Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tim Hukum Nasional, Kado Terindah dari Wiranto Usai Pilpres

7 Mei 2019   10:56 Diperbarui: 7 Mei 2019   11:41 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menko Polhukam Wiranto. | Foto: KOMPAS.com/Christoforus Ristianto

Salah satu indikatornya, selain saat ini tengah berada di Mekkah karena menolak mengikuti proses hukum terkait beberapa laporan di kepolisian, usai pencoblosan Rizieq Shihab mengeluarkan pernyataan yang disebutnya "Maklumat Mekkah". Poin terpenting dari maklumat ini adalah menuding kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin melakukan curang dan menyeru kepada masyarakat agar mengepung kantor KPU dan Bawaslu.

Ketiga, keberadaan THN sangat kental bernuansa proteksi total terhadap Presiden Jokowi. Tidak salah jika akhirnya media menulisnya sebagai tim pantau pencaci presiden. Artinya tim ini yang akan menyeret para pencaci presiden ke ranah hukum. Padahal penghinaan dan pencemaran nama baik termasuk delik aduan, hanya bisa diadukan oleh pihak yang merasa menjadi korban perbuatan tersebut.        

THN menjadi sangat berbahaya karena kajian terhadap ucapan, apalagi pemikiran, bersifat multitafsir. Tergantung sudut pandang yang digunakan sehingga lembaga yang paling tepat menentukan salah atau tidaknya adalah peradilan, bukan institusi lain. Jangan sampai ada lembaga yang seolah memiliki kewenangan untuk "memvonis" seseorang bersalah dan setelahnya baru dibawa ke peradilan.

Kita percaya, maksud Wiranto membentuk THN didasari keprihatinan melihat kondisi saat ini di mana saling hujat dan ekspresi ketidakpercayaan pada pemerintah, sering digaungkan di ruang publik. Jika tidak dicegah akan menjurus berbahaya. Tetapi kita tegas menolak pembentukan lembaga extra, apa pun motifnya, karena rawan menyalahi koridor demokrasi. Terlebih perangkat hukum, baik undang-undang maupun lembaga yang menangani, sudah ada dan selama ini mampu menjangkau kasus-kasus seperti itu.

Terlepas substansinya, kita layak mempertanyakan tujuan Menko Polhukam. Apakah ini hanya gertakan dengan agenda lain karena masa bakti Kabinet Kerja tinggal beberaoa bulan lagi? Terlebih saat ini juga santer terdengar akan ada reshuffle kabinet. Mungkin saja Wiranto yang kini tidak memiliki "pijakan" setelah Partai Hanura jeblok di Pemilu 2019, tengah membutuhkan "alat" lain untuk menarik perhatian Presiden Jokowi.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun